Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2009

Menanti Kursi

DAG dig dug ser. Demikianlah bunyi irama yang berdetak di jantung para caleg yang sedang menunggu hasil akhir penghitungan suara hasil pemilu 2009. Ada yang cemas menunggu ketidakpastian, apakah ia bakal lolos menjadi anggota legislatif atau tidak. Ada pula yang mencak-mencak kegirangan, karena dari hasil penghitungan sementara yang dihimpun sendiri suara yang diperoleh untuk sementara sudah hampir memastikan ia bakal menyandang predikat wakil rakyat. Dan, tidak sedikit pula caleg yang mengangkat bendera putih karena realitas suara yang didapat tidak cukup signifikan bisa mengantarkannya meraih kursi parlemen. Memang, ‘’perjuangan’’ untuk merebut kursi idaman masih belum berakhir. Sebab, rekapan hasil penghitungan resmi dari KPU masih belum ditetapkan. Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Termasuk caleg yang sekarang sudah optimis lolos, bisa jadi berubah menjadi sebaliknya. Apalagi, ada banyak aturan baru atau aturan tambahan terkait pemilu yang belum banyak tersosialisasikan ke ma

Money Politics

PERJUANGAN para caleg untuk bisa merebut kursi wakil rakyat pada pemilu 2009 ini sungguh teramat berat dibanding pemilu-pemilu tahun sebelumnya. Selain harus menyiapkan modal yang lebih besar untuk membiayai sosialisasi dan kampanye, juga harus siap menghadapi aneka sanksi yang akan menjerat dirinya manakala melanggar aturan. Belum lagi persiapan menata mental untuk siap menerima kekalahan dan menghapus harapan berlebihan menjadi wakil rakyat. Kalau tidak, bisa-bisa ia malah menjadi penghuni rumah sakit jiwa (RSJ). Apalagi, amanah dan tanggngung jawab yang diemban sebagai seorang legislator di tahun mendatang rupanya semakin ketat dan berat. Mereka yang suka mempermainkan amanah, suka dengan uang abu-abu atau uang berbau subhat (tak jelas asal usulnya), termasuk suka menerima gratifikasi, akan semakin terbatasi geraknya. Pun yang akan menjadikan kursi legislatif sebagai mesin pengeruk uang alias sebagai tempat mncri nafkah. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin semangat be

Potret Caleg 2009

SENIN hari ini kampanye pemilihan umum legislatif (pileg) dimulai. Tiga minggu lagi, tepatnya 9 April 2009 pesta demokrasi memilih wakil rakyat bakal digelar. Para calon legislatif (caleg) telah mempersiapkan diri lebih intens untuk meraih dukungan dari rakyat. Mulai dari memasang poster di pinggir jalan, memasang iklan di media massa, sampai menggalang dukungan dengan rakyat yang menjadi konstituennya. Baik dengan cara bagi-bagi uang secara sembunyi-sembunyi, memberi bantuan modal, sembako, peralatan, aneka souvenir, hingga hanya memberi janji-janji manis. Meski demikian, banyak juga caleg yang diam. Tidak pasang gambar, tidak beriklan, tidak kampanye terbuka, apalagi memberi bantuan ke calon pemilih. Lha wong (mohon maaf) banyak di antara mereka yang juga masih layak dibantu. Sebab, motivasi mereka menjadi caleg, yang terbanyak karena faktor kebutuhan perut, alias kursi dewan dianggap sebagai lahan penghasil uang. Karena itu, jangan kaget kalau status caleg kita masih banyak dari k

Ponari

NAMA Ponari, bocah kelas 3 SD asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, tiba-tiba melesat bak meteor. Dalam waktu hanya beberapa hari, nama bocah ingusan itu langsung menyebar ke penjuru Nusantara. Sebab, dia bisa mengobati orang sakit berkat ‘’batu petir’’ yang ditemukan di dekat rumahnya saat hujan disertai petir terjadi pada 17 Januari 2009 lalu. Melalui ‘’batu petir’’ itulah Ponari bisa melakukan pengobatan. Caranya, ‘’batu petir’’ itu dicelupkan Ponari ke dalam air yang dibawa oleh pasien. Air itu kemudian diminum sebagai obat. Berkat kuasa Tuhan, banyak pasien yang sakitnya sembuh. Berita ini akhirnya menyebar luas. Terlebih lagi setelah diberitakan oleh media massa. Banyak warga berdatangan mencari Ponari. Bocah lugu itu kian terkenal jadi ‘’dukun cilik’’ yang cukup mujarab. Yang datang untuk mencari kesembuhan tidak hanya dari masyarakat sekitar, tapi juga dari luar provinsi hingga luar pulau. Jumlahnya bisa mencapai puluhan ribu orang. Untuk bisa men

Suara Terbanyak

PARA calon anggota legislatif (caleg) yang akan bertarung merebut kursi kekuasaan pada pemilu 9 April 2009 nanti, harus bekerja keras meraih suara terbanyak. Hal ini sebagai konsekuensi dari perubahan aturan main dalam sistem perolehan kursi, dari nomor urut menjadi suara terbanyak. Perubahan aturan main itu merupakan hasil keputusan uji materi Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPR. Keputusan itu sudah pasti disambut suka cita oleh para caleg yang merasa ‘’disia-siakan’’, ‘’dizalimi’’, dan ‘’dipinggirkan’’ oleh elit partainya karena ditempatkan di nomor urut sepatu (bawah). Terlebih lagi bagi mereka yang merasa berjasa karena telah ikut berjuang membesarkan partai dengan segenap daya dan upayanya, tapi dibalas dengan nomor sepatu. Itupun, terkadang masih ditambah dengan ditempatkan di daerah pemilihan (dapil) tandus alias bukan daerah basis massa partainya maupun daerah asal caleg itu sendiri. Rasa k