Potret Buram Penyusunan APBD
Oleh: A. Choliq Baya
MESKI bukan warga Situbondo, emosi saya rasanya ikut tercabik-cabik melihat eksekutif dan legislatif di kota santri yang tak kunjung tuntas merampungkan pembahasan APBD 2011. Kebiasaan molor menyusun dan mengesahkan APBD yang sudah berlangsung beberapa tahun ini, anehnya terus ‘’dipelihara’’. Meski kepala daerahnya sudah berganti baru, ternyata tidak ada semangat untuk memperbaiki sistem penyusunan dan pembahasan APBD yang ditunjukkan oleh eksekutif maupun legislatif. Akibatnya, rakyat Situbondo, selaku pemegang hak suara dalam pemilu legislatif dan pemilukada, banyak yang kecewa. Sebab, wakil rakyat dan pemimpin daerah yang mereka pilih tidak banyak membawa perubahan bagi daerah.
Sejatinya, sangatlah wajar kalau kekecewaan itu kemudian mereka tumpahkan lewat aksi demo. Ya, beberapa elemen masyarakat yang diwakili kelompok mahasiswa, akademisi dan LSM sudah beberapa hari ini meluapkan kekecewaannya terhadap eksekutif dan legislatif. Termasuk, Wagub Jatim Saifullah Yusuf juga ikut memberikan warning. Sebab, kedua lembaga penentu masa depan kelangsungan pembangunan daerah ini tidak kunjung berhasil merampungkan tugasnya menyusun APBD. Dikhawatirkan, Situbondo yang hingga kini masih masuk dalam kategori daerah miskin, akan semakin terpuruk keberadaannya.
Mengingat, dengan molornya pengesahan APBD, maka tertunda pula proses pembangunan di Situbondo. Bahkan, implikasi yang terjadi akibat molornya pengesahan APBD, dana yang sudah dialokasikan untuk pembangunan banyak yang tidak terserap. Sebab, pengerjaan proyek-proyek pembangunan juga dibatasi oleh aturan dan waktu. Kalau waktu yang tersedia sudah sangat mepet dengan berakhirnya tahun anggaran, maka secara otomatis tidak ada rekanan yang berani mengerjakan dikarenakan takut kena pinalti atau denda. Akibatnya, anggaran yang sudah diposting di APBD tahun ini harus dikembalikan lagi ke kas daerah. Proyek pembangunan yang sudah disusun pun menjadi sia-sia. Pada akhirnya, masyarakat yang dirugikan.
Kasus seperti itu merupakan salah satu bagian kecil dari dampak tertundanya pengesahan APBD. Masih ada konsekuensi dan dampak lain yang jelas-jelas sangat merugikan rakyat Situbondo. Anehnya, ketika elemen masyarakat dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang mempertanyakan kejelasan pembahasan APBD, pihak eksekutif maupun legislatif terkesan main kucing-kucingan. Mereka tidak menjelaskan secara transparan permasalahan pokok yang menghambat molornya pembahasan APBD.
Bayangkan, sudah hampir memasuki pertengahan bulan kedua 2011, pembahasan APBD 2011 masih berkutat pada telaah dan kajian Kebijakan Umum APBD – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Kabarnya, usai menerima pengembalian dokumen KUA-PPAS dari legislatif, pihak ekskutif sibuk membongkar dan menyusun program sesuai keinginan para wakil rakyat. Tidak hanya itu, mereka juga harus mengotak-atik anggaran untuk menyesuaikan keinginan legislatif setelah terjadi perubahan. Mereka harus membuat Rencana Kerja Anggaran (RKA).
Kabar yang kurang menyedapkan lagi, ada program yang harus di-pending untuk memprioritaskan kepentingan para wakil rakyat. Sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpaksa harus turun ke lapangan kembali untuk menyurvei sejumlah kelayakan program yang diajukan anggota dewan. Sebab, sebagian besar anggota dewan yang terhormat itu mengajukan proyek fisik melalui revisi KUA-PPAS. Mereka berdalih, proyek itu diperuntukkan bagi konstituen mereka sebagaimana usulan warga yang diterimanya saat melakukan jaring aspirasi masyarakat (jasmas). Besarnya alokasi anggaran yang diminta legislator mencapai Rp 7,8 miliar.
Selain besarnya anggaran jasmas yang diminta, pihak eksekutif juga menemukan kejanggalan yang cukup sulit untuk dipenuhi karena dianggap menyalahi ketentuan. Misalnya saja, bantuan pembangunan untuk lembaga swasta yang sampai membutuhkan dana ratusan juta rupiah. Padahal, aturan yang bisa dipenuhi maksimal hanya Rp 10 juta, sebagaimana dilansir harian ini, kemarin.
Ada beberapa kekhawatiran akan munculnya permintaan anggaran jasmas dari anggota dewan. Diantaranya kekhawatiran akan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi anggota dewan. Rumor yang berkembang, para anggota dewan secara teknis akan ikut bermain dalam proyek-proyek jasmas yang selama ini ditangani SKPD. Misalnya mereka bisa menentukan rekanan yang bakal menggarap proyek jasmas. Termasuk ‘’bernegosiasi’’ untuk mendapatkan fee dari hasil ‘’perjuangannya’’ dalam mengupayakan proyek jasmas.
Sebelumnya, rumor minor yang berkembang, para wakil rakyat minta kenaikan tunjangan perumahan dan biaya perjalanan dinas. Tapi, permintaan itu tidak diakomodasi eksekutif karena nilainya dianggap terlalu besar dan bertentangan dengan regulasi kemampuan APBD Situbondo. Apakah karena permintaannya tidak bisa dipenuhi kemudian legislatif mengulur-ulur pembahasan APBD dan mencari celah lain untuk memasukkan tuntutan baru, hanya legislatif dan eksekutif yang tahu.
Yang jelas, rakyat merasa dirugikan dengan ‘’permainan’’ dan ‘’tontonan’’ tidak lucu yang dilakukan legislatif dan eksekutif ini. Mereka seharusnya malu dengan tetangga sebelah, Banyuwangi, yang juga sama-sama dinakhodai orang baru tapi daerahnya lebih cepat berkembang. Sebelumnya, kondisi di Banyuwangi juga tak jauh berbeda dengan Situbondo dalam proses penggodokan APBD, selalu molor. Selama beberapa tahun APBD Banyuwangi selalu digedok pada tahun anggaran sudah berjalan, yakni antara bulan Januari dan Februari. Tapi, untuk penggedokan APBD 2011 ini bisa dilakukan pada 13 Desember 2010. Kemajuan ini mendapat apresiasi positif dari Gubernur Jatim dan Dirjen Anggaran pusat hingga Banyuwangi dapat tambahan alokasi biaya pembangunan lagi dari APBN.
Karena itu, sudah saatnya para legislatif dan eksekutif proaktif untuk bersama-sama menyelesaikan APBD. Buang jauh-jauh ego pribadi, ego politik, maupun kepentingan-kepentingan terselubung yang tidak pro rakyat. Termasuk, sahwat balas dendam politik yang mungkin masih tersisa dari proses pilkada yang sudah rampung. Mari bersama-sama menghormati hasil demokrasi, memperjuangkan kepentingan rakyat dan memajukan Situbondo agar terlepas dari predikat daerah miskin.
Komentar