Setahun Bupati Azwar Anas Pimpin Banyuwangi: SDM-nya Tak Bisa Lari Kencang
Oleh: A. Choliq Baya
HARI ini Bupati Abdullah
Azwar Anas genap setahun berkuasa, mengendalikan roda pemerintahan Kabupaten
Banyuwangi. Pria lulusan Universitas Indonesia itu dilantik menjadi bupati bersama
Wakil Bupati Yusuf Widyatmoko oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo pada 22 Oktober
2010. Anas dan Yusuf berkuasa setelah menang dalam pertarungan Pemilukada
Banyuwangi 14 Juli 2010 lalu dalam satu kali putaran. Dia mengalahkan dua
kandidat lain, masing-masing pasangan Jalal – Yusuf Nuris dan Emilia Contesa –
Ahmad Zaenuri.
Masa berkuasa selama lima tahun
itu kini telah setahun dilalui, seperti apa program dan kebijakan serta
gebrakan-gebrakan lain yang telah dilakukan oleh Anas bersama jajarannya di
eksekutif? Dalam masa pemerintahan yang masih terlalu muda, memang kita belum
bisa berharap banyak akan terlihat perubahan yang berarti. Apalagi, Anas
mengawali masa pemerintahannya di saat RAPBD Banyuwangi sudah masuk dalam tahap
pembahasan alias tinggal menunggu proses digedok. Sehingga, dia tidak bisa ikut
terlalu banyak dalam mewarnai kebijakan terhadap proses penentuan APBD karena
saat itu pembahasannya sudah berjalan.
Dampaknya, bisa jadi APBD 2011 yang
saat itu sedang disusun oleh eksekutif bersama legislatif ada yang kurang
sinkron dengan program yang telah digembar-gemborkan pasangan Dahsyat (Anas –
Yusuf) saat kampanye pemilukada. Meski demikian, Anas masih bisa memengaruhi
dan memotivasi kinerja anak buahnya di eksekutif serta mitra kerjanya di
legislatif untuk bisa menyelesaikan pembahasan APBD lebih cepat dari biasanya.
Upaya itu berhasil, APBD 2011 akhirnya bisa disahkan sebelum tahun berganti.
Padahal, tahun-tahun sebelumnya, pengesahan itu biasanya selalu berlangsung
antara bulan Februari hingga Maret.
Terobosan lain yang boleh
dibilang sebagai prestasi membanggakan adalah, beroperasinya lapangan terbang
(lapter) Rogojampi dengan menggandeng maskapai penerbangn Sky Aviation pada
akhir Desember 2010. Itu berarti, Anas hanya butuh waktu dua bulan dalam
menggaet investor untuk membuka jalur penerbangan jurusan Surabaya – Banyuwangi
dan Banyuwangi – Denpasar pergi pulang. Cepatnya langkah
taktis menyangkut perijinan dengan Kementrian Perhubungan dan negosiasi dengan
maskapai penerbangan, tak lepas dari pengalaman dia saat menjadi anggota DPR
RI. Sebab, ia cukup lama berkecimpung di
komisi yang membawahi departemen perhubungan.
Yang lebih menguntungkan lagi,
dalam pengoperasian lapter ini, Pemkab Banyuwangi juga tidak mengeluarkan
anggaran untuk nomboki biaya operasional penerbangan seperti lazim terjadi di
beberapa daerah yang membuka lapter perintis. Sehingga, kalau ada kerugian
akibat besarnya biaya operasional dibandingkan pemasukan dari tiket penumpang,
menjadi beban investor.
Secara
umum, saya hanya bisa mengamati beberapa program yang telah dilakukan Bupati
Anas dalam kurun waktu setahun ini. Khususnya dari beberapa pemberitaan yang
telah dimuat di media massa. Untuk program yang menyangkut pemberdayaan
masyarakat kecil atau warga miskin misalnya, membatasi tumbuhnya mini market
modern dengan tidak mengeluarkan izin baru. Sebab, keberadaan mini market bisa
mengancam dan mematikan pasar tradisional dan para pedagang kecil.
Selain
itu, memberikan kredit lunak kepada warga tak mampu sebagai modal usaha melalui
program KUR bekerjasama dengan perbankan. Upaya yang sudah berjalan selama enam
bulan ini ternyata mendapat respon positif dari masyarakat, bahkan mendapat
penghargaan dari Menko Ekuin. Pola kerjasama yang dilakukan Pemkab Banyuwangi
dengan perbankan ini oleh Menko Ekuin akan dijadikan percontohan sekaligus
dikembangkan di daerah lain. Sebab, realisasi dari program KUR (kredit usaha
rakyat) yang ada di Banyuwangi sekarang telah berhasil menyalurkan kredit
sebesar Rp 75,6 miliar. Padahal, tahun kemarin hanya terserap Rp 20 miliar.
Tingkat kredit macetnya juga kecil, hanya 1,32 persen, padahal toleransinya 6
persen.
Yang
menjadi pertanyaan, benarkah penerima KUR ini semuanya berasal dari warga
miskin? Atau justru ada dari kalangan warga mampu yang juga ikut menikmati
program ini? Sebab, seringkali ada laporan masuk, perangkat desa banyak bermain
dengan memberi surat keterangan tidak mampu kepada warganya yang sebetulnya
mampu. Karena itu, agar KUR ini benar-benar tidak salah sasaran, verifikasi
terhadap kreditur harus lebih ketat.
Program
lain dari Bupati Anas yang sempat mengemuka ke permukaan dan
sempat memicu pro kontra diantaranya masalah zonasi titik reklame, tower
seluler
bersama, pembangunan taman, dan rencana
penertiban PKL. Banyak pihak yang setuju dengan penataan atau zonasi reklame
agar memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan asli daerah
(PAD). Tetapi, untuk melakukan penataan itu tidak boleh ada permainan
terselubung. Baik menyangkut titik-titik baliho yang akan dipangkas maupun
pihak-pihak yang nantinya akan mengelola titik-titik itu, semuanya harus
transparan.
Demikian
pula dengan pembatasan tower seluler dan pembongkaran tower tidak berizin,
hendaknya tidak setengah hati dalam melangkah. Apalagi sampai memunculkan isu
tidak sedap kalau ada beberapa oknum yang bermain dengan tawar menawar
kompensasi. Kalau memang ingin mencanangkan program satu tower untuk banyak
operator tentu harus tegas bersikap biar tidak ada pihak-pihak yang
memainkannya.
Sedang
untuk program
perbaikan taman dan pedagang kaki lima (PKL), juga masih menimbulkan pro kontra karena kurangnya
sosialisasi. Kalau sudah ada program pengentasan kemiskinan, rasanya juga tak
salah kalau ada perbaikan fisik terkait dengan keindahan kota ini. Apalagi,
tahun kemarin Banyuwangi dapat predikat sebagai kota terkotor. Dengan adanya
taman yang indah dan representatif paling tidak bisa dimanfaatkan warga kota
untuk refreshing sekaligus sebagai
paru-paru kota. Termasuk, melakukan penataan PKL yang lebih rapi dan tertib
agar wajah kota ini tidak terlihat semrawut.
Sementara yang terkait dengan
investasi, pasca Anas dilantik sebagai bupati, cukup banyak investor yang
berminat menanamkan modalnya di Banyuwangi. Termasuk, di antaranya para
investor yang sudah mencoba masuk pada era penguasa sebelumnya tapi macet,
akhirnya mencoba lagi. Mulai dari investor pengelolaan sampah, hotel &
resort, lapangan golf, industri logam, industri
perikanan, perkebunan, pabrik gula, pabrik bahan peledak, pabrik semen, sekolah
penerbangan, dan lain sebagainya.
Sayangnya, investasi itu banyak
yang tidak cepat realisasi meski sudah lama dipersiapkan, terutama yang akan
menggunakan lahan milik pemkab. Sebab, proses persetujuan dari pemerintah
maupun dewan sangat lamban. Kajian-kajian hukum atau persyaratan yang lain
terlalu lama dan njlimet, membuat
investor tak tertarik lagi inves di sini. Persoalan seperti ini yang perlu
dapat perhatian dan pemecahan serius dari pemerintah kalau ingin Banyuwangi
cepat berkembang.
Dari
beberapa pemberitaan yang saya ikuti di media massa, konsep, program dan keinginan bupati dalam memacu kemajuan daerah ini cukup kencang larinya.
Tapi, realisasinya sangat lamban dikarenakan aparatnya tidak bisa diajak ‘’lari
kencang’’ alias kurang siap. Termasuk, sarana penunjang di pemerintahan juga
banyak yang kurang memadai. Ditambah lagi dengan kebiasaan-kebiasaan buruk di birokrasi yang hingga kini belum banyak berubah juga menjadi batu sandungan bagi bupati. Seperti lambannya
etos kerja, berbelitnya pelayanan birokrasi dan
masih merajalelanya pungutan liar. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan bila kinerja aparat pemerintahan
ingin lebih optimal. Sehingga, program
kerja ataupun kebijakan yang sering disampaikan bupati di beberapa forum
terbuka akhirnya sering dianggap hanya no
action talk only (NATO).
Itulah sekelumit pengamatan
mengenai plus minus satu tahun Bupati Abdullah Azwar Anas mengendalikan
Banyuwangi. Semoga setiap langkah yang dilakukan bisa membawa manfaat bagi
kemajuan dan peningkatan kesejahteraan warga Banyuwangi. (cho@jawapos.co.id)
Komentar