Menjaring Wisatawan dan Investor via Even Akbar


Oleh: A. Choliq Baya

BEBERAPA teman wartawan dan para kolega saya dari luar Banyuwangi banyak memberikan apresiasi positif terhadap kemajuan Banyuwangi yang dinilai mengalami lompatan kemajuan cukup drastis. Apresiasi itu sudah seringkali kali terlontar sejak beberapa bulan lalu. Khususnya menyangkut kemajuan di bidang ekonomi dan besarnya minat investasi yang masuk. Termasuk mengapresiasi sepak terjang Bupati Abdullah Azwar Anas yang dinilai cukup gesit dan visioner dalam menjalankan perannya sebagai kepala daerah.

Beberapa hari kemarin, lontaran apresiasi positif itu muncul lagi dari teman-teman dan kolega saya. Terutama setelah agenda akbar Parade Sewu Gandrung, Banyuwangi Jazz Festival dan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) digelar dan menghiasi pemberitaan di sejumlah media massa. Lontaran apresiasi itu disampaikan melalui SMS, BBM, email, facebook, tweeter dan jejaring sosial yang lain. Termasuk, disampaikan langsung oleh rekan-rekan wartawan dan fotografer yang datang dari luar kota untuk mengabadikan agenda besar itu.

Apalagi beberapa tamu dari luar kota yang ingin melihat langsung even itu banyak tidak mendapatkan tiket pesawat maupun kamar hotel. Tiket pesawat, kereta api dan kamar hotel memang penuh sejak Jumat hingga Senin (16-19/11). Banyuwangi kota telah berubah menjadi lautan manusia saat tiga agenda akbar itu digelar pada Sabtu dan Minggu. Tentu ini membawa berkah bagi para pelaku bisnis, termasuk para pedagang kecil.

Saat ketiga agenda dalam rangka menyemarakkan hari jadi ke-241 Banyuwangi digelar, banyak pengunjung yang tidak bisa menikmati secara langsung karena begitu banyaknya penonton. Untuk bisa masuk ke arena Parade Sewu Gandrung di Pantai Boom, mereka harus sabar untuk melewati kemacetan yang begitu lama. Pun, saat bisa masuk dan mendekati lokasi acara, tidak bisa leluasa mendekat untuk melihat penampilan para penari karena padatnya pengunjung.

Bahkan, ketika acara ini selesai, kemacetan panjang kembali terjadi. Penulis sendiri membutuhkan waktu dua jam untuk bisa melepaskan diri dari kemacetan alias keluar dari Pantai Boom. Saya lihat, beberapa anggota forum pimpinan daerah seperti bupati dan kapolres terpaksa harus turun dari mobil dinasnya untuk menerobos kemacetan dengan berjalan kaki. Sebab, meski mereka membawa patwal, kendaraan tetap tidak bisa bergerak. Cukup banyak penonton, termasuk saya, yang kehilangan kesempatan untuk menjalankan salat maghrib akibat terjebak macet.

Hal yang sama juga terjadi saat pertunjukan Banyuwangi Jazz Festival yang berlangsung di Gesibu Blambangan. Ribuan penonton ikut menyaksikan pagelaran musik jazz yang baru pertama digelar di kota Gandrung. Karena daya tampung penonton di Gesibu cukup terbatas, panitia harus menyediakan layar lebar di luar Gesibu agar penonton yang tidak bisa masuk bisa menikmati pagelaran jazz. Bahkan, saya mendengar ada penonton yang rela membeli undangan seharga Rp 600 ribu demi bisa melihat penampilan artis-artis jazz dari ibu kota. Padahal, undangan itu tidak diperjual belikan oleh panitia.

Tingginya animo penonton memang di luar dugaan. Sebab, jenis musik ini penikmatnya bukan termasuk kalangan kebanyakan. Apalagi, di kota kecil seperti Banyuwangi. Hal ini juga diakui oleh para penyanyi maupun musisi jazz yang tampil pada saat itu. Banyak pihak yang meragukan sambutan penonton terhadap jenis musik jazz di kota berjuluk Sunrise of Java. Hal itu bisa disimak dari banyaknya komentar minor yang masuk di twiternya penyanyi Syaharani.

Ternyata, sambutan warga Banyuwangi benar-benar luar biasa. Bahkan, ketika duet Reika Roslan dan Reza The Groove mengakhiri festival ini, penonton tetap tidak beranjak dan memintanya menambah lagu lagi. Para penyanyi dan musisi jazz juga mengaku memberikan sajian yang terbaik untuk Banyuwangi. Sang pianis Riza Arshad mengaku bangga bisa berkolaborasi dengan grup musik etnik lokal Banyuwangi. Begit pula dengan sang penyanyi sekaligus pencipta lagu Reika Roslan, mempersembahkan lagu yang diciptakan secara khusus untuk warga Banyuwangi.

Sambutan paling meriah diberikan warga Banyuwangi pada saat digelarnya BEC. Meski sempat diguyur hujan sekitar 10 menit, para penonton tetap tak beranjak untuk menyaksikan pagelaran spektakuler yang tahun ini mengambil tema Re_Barong Using. Penyelenggaran BEC kali kedua ini, jauh lebih baik dan lebih tertib dari pada yang pertama tahun lalu. Terutama dalam mengantisipasi membludaknya penonton dengan memberi pagar pembatas di sepanjang jalan yang dilalui konvoi peserta. Termasuk antisipasi pengaturan lalu lintas juga jauh lebih baik hingga tidak terlalu memacetkan beberapa ruas jalan sebagaimana yang terjadi tahun lalu.

Secara menyeluruh, tiga agenda besar yang telah berlangsung, ditambah dengan agenda Festival Anak Yatim, telah berhasil mendongkrak popularitas nama Banyuwangi. Sebab, agenda akbar itu banyak menghiasi pemberitaan media massa, baik cetak maupun elektronik. Termasuk, banyak ditonton oleh para pejabat dari pusat dan daerah lain serta wisatawan manca negara. Sehingga, ke depan kunjungan wisatawan ke Bumi Blambangan terus meningkat. Apalagi beberapa infrastruktur menuju lokasi wisata bertaraf internasional saat ini sedang diperbaiki. Tentu akan semakin pas.

Meski meraih sukses cukup besar, agenda besar yang lain dengan tujuan mendongkrak popularitas Banyuwangi agar semakin dikenal dunia internasional masih terus berlangsung. Agenda besar dalam rangka HUT Banyuwangi itu antara lain Pagelaran Wayang Kulit (23/11) di Alun-alun Genteng, International Power Cross (1-2/12) di Stadion Diponegoro, Tour de Ijen pada (7-9/12), Konser band Ungu (12/12) di Stadion Diponegoro dan Festival Kuwung (22/12) start depan Pemkab Banyuwangi.

Di antara even akbar itu yang memiliki potensi besar melambungkan nama Banyuwangi ke dunia internasional adalah Tour de Ijen. Sebab, hingga kini sudah ada 10 tim dari delapan negara akan ikut serta dalam balap sepeda yang baru pertama kali digelar di Banyuwangi. Hebatnya lagi, tim Astana dari Kazahtan yang merupakan juara Tour de East Java juga akan ikut ambil bagian dalam kejuaraan ini. Tentu ini semakin menambah greget dan kualitas dari even ini.

Meski even besar yang digelar cukup banyak, ternyata tak semuanya menguras APBD. Sebab, banyak pihak dari kalangan swasta yang berpartisipasi ikut mendanai kegiatan di atas. Beberapa langkah cerdas untuk menggandeng para sponsor dilakukan sendiri oleh bupati. Bahkan, ada even yang ditanggung penuh oleh sponsor seperti halnya konser Band Ungu. Sedang Tour de Ijen yang dianggarkan Rp 2 miliar, kemungkinannya tak sampai menghabiskan sebesar itu. Pasalnya, sebagian biaya publikasi, sewa kendaraan dan pagar pengaman ditanggung pihak sponsor.

Walhasil, promosi daerah ke dunia luar yang dilakukan secara besar-besaran ini diharapkan tidak hanya untuk menggaet wisatawan agar datang ke Banyuwangi. Multiplier effect lain yang diharapkan adalah masuknya para investor yang lebih banyak. Sebab, dengan adanya gebyar even yang spektakuler itu menunjukkan kalau situasi Banyuwangi cukup kondusif, potensi yang dimiliki cukup banyak dan masyarakatnya sangat terbuka.

Selain itu, aneka even besar itu juga memberikan hiburan yang menyegarkan bagi masyarakat Banyuwangi. Apalagi, even yang digelar itu cukup variatif macamnya dan mampu mewakili kemajemukan masyarakat yang ada di daerah ini. Keuntungan lainnya, bisa meningkatkan pendapatan ekonomi warga masyarakat, mulai dari pengusaha besar sampai kecil. Dan tentunya nama Banyuwangi semakin dikenal.

Buktinya, banyak rekan-rekan dari luar kota maupun warga Banyuwangi yang ada di luar, sangat apresiatif dan memberikan acungan jempol. Semoga hal ini tidak membuat pemerintah dan masyarakat Banyuwangi menjadi gede rumangsa, melainkan semakin memotivasi untuk lebih giat berkarya dan berinovasi. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prostitusi Kota Santri

Wartawan Abal-Abal

Promosi di Media Berkelas