Dekadensi Moral
Oleh: A. Choliq Baya
PENYIMPANGAN norma sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini semakin mencemaskan dan memprihatinkan semua pihak. Khususnya yang terkait dengan pergaulan para remaja atau anak baru gede (ABG) yang cenderung semakin kebablasan. Mereka seolah telah kehilangan rasa malu, tidak lagi memiliki sopan santun, tidak hormat dan tidak patuh terhadap nasihat orang tua maupun guru, serta berprilaku semau gue, alias tidak mengindahkan norma sosial dan norma agama.
Adat, budaya atau kebiasaan positif yang dulunya bisa menjadi filter tegaknya norma-norma sosial dan agama, sekarang sudah tak dihiraukan lagi. Sikap dan perilaku para generasi penerus ini justru sudah banyak terkontaminasi oleh budaya barat yang serba bebas. Pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi telah mempengaruhi sikap dan perilaku mereka, khususnya dalam mendobrak sekat-sekat norma sosial dan norma agama.
Terlebih lagi, upaya pembentengan diri dari pengaruh negatif dengan nilai-nilai luhur bangsa dan nilai-nilai agama ternyata masih kalah kuat. Termasuk, pengawasan dari lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan sekitar juga sangat longgar. Terbukti, penyimpangan sosial dan pelanggaran norma agama kian bertambah marak. Perilaku para remaja semakin bebas, liar dan tak terkendali.
Banyak hal yang dulunya tabu kini menjadi bebas dilakukan. Para remaja atau anak baru gede (ABG) kini tak malu-malu lagi mengumbar kebebasan dalam pergaulan. Mereka yang masih duduk di bangku SMP misalnya, sudah terbiasa berboncengan motor sambil berpelukan dengan teman atau pacarnya yang berlainan jenis. Tidak ada kesan canggung atapun malu dari raut wajah mereka. Bahkan, senda gurau dan celoteh bernada mesum pun seolah menjadi hal yang biasa.
Rasanya miris melihat ulah para ABG saat ini. Berita-berita pelanggaran norma sosial dan agama sudah menjadi hal biasa, bahkan tak sedikit yang menjurus ke pelanggaran hukum positif alias kriminal. Longgarnya pengawasan dari orang tua, membuat ABG mulai berani coba-coba dengan ‘’barang baru’’ karena terpengaruh temannya. Mulai dari mencoba merokok, minum minuman keras, narkoba hingga melakukan hubungan terlarang layaknya suami istri.
Yang lebih edan lagi, tak jarang hubungan terlarang itu juga mereka abadikan dengan kamera video yang ada di ponsel. Baik yang dilakukan secara sadar maupun dalam pengaruh minuman keras. Selanjutnya, adegan yang pantas dilakukan dan dinikmati oleh orang dewasa itu beredar kemana-mana melalui ponsel maupun internet. Kasus seperti itu kini sangat marak terjadi di negeri kita.
Memang, dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, akan semakin memudahkan para remaja untuk mengakses sesuatu yang mendukung terciptanya suasana serba bebas. Hal-hal yang dahulu dianggap tabu dan masih terbatas pada kalangan tertentu, kini bisa dikonsumsi publik dan dapat diakses dimana saja. Seperti mudahnya mengakses situs-situs berbau pornografi dia internet. Di satu sisi memang tidak bisa dinafikan bahwa internet memberikan kontribusi besar dalam perkembangan moral dan intelektual. Akan tetapi dalam waktu yang sama, internet juga dapat menghancurkan moral, intelektual dan mental generasi bangsa.
Di sekitar wilayah kita sendiri pemandangan amoral berupa penyimpangan norma susila dan agama juga tak kalah semaraknya. Beberapa kali media ini mengekspos muda mudi di Banyuwangi dan Situbondo berpacaran kelewat batas di tempat-tempat terbuka. Bahkan, tanpa malu-malu lagi mereka bercumbu di tempat-tempat umum seperti yang banyak kita jumpai di Pantai Boom, Pantai Grajakan, Pantai Watu Dodol, Pantai Bomo Rogojampi, dan TPK Cluring. Sedang di Situbondo pergaulan kelewat batas itu bisa kita jumpai di jalan tembus Sumberkolak, Pantai Patek dan beberapa warnet yang didesain secara tertutup.
Sebuah fenomena yang sangat menyedihkan. Terlebih lagi prilaku semacam itu juga disemarakkan oleh para muda-mudi terpelajar, bahkan terjadi di daerah yang mendapat julukan kota santri. Itulah fenomena sosial yang harus kita hadapi dan kita pecahkan bersama.
Ya, negeri kita kini sedang dilanda dekadensi moral yang cukup akut. Moralitas generasi muda bangsa ini telah merosot tajam dan dikhawatirkan bakal menggerogoti jatidiri bangsa ini. Sebab, generasi muda merupakan salah satu elemen penyokong kekuatan bangsa ini. Kalau generasi penerusnya sudah tidak memiliki moralitas dan integritas yang bisa diandalkan, maka tunggulah kehancuran negeri ini.
Apalagi, para tokoh dan pejabat di negeri ini juga tak banyak memberikan suri teladan yang baik kepada rakyatnya. Justru, malah bikin carut marut birokrasi, hukum, politik, sosial budaya dan tatanan lain di negeri ini. Mereka yang punya jabatan mulia seperti guru, pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif banyak yang salah melangkah alias keblinger. Ada yang membelokkan amanah dengan menyalahgunakan wewenang dan jabatannya. Ada pula yang tak tahan dengan godaan harta, tahta dan wanita.
Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sudah menjadi budaya baru di negeri ini. Meski sudah banyak pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif yang tertangkap tangan KPK karena korupsi, ternyata tak membuat mereka jera. Terbukti KKN masih jalan terus. Bahkan, yang lebih tragis lagi, aparat penegak hukum yang seharusnya bisa menegakkan keadilan di negeri ini justru sering melakukan jual beli putusan. Hukum sudah dikalahkan oleh uang. Semua ini bakal merusak sistem yang telah dibangun dengan susah payah.
Kalau generasi penerus dan aparat negara di negeri ini banyak yang keblinger, tentu yang masih ‘’waras’’ tidak boleh membiarkan kondisi ini terus berlangsung. Berbagai upaya harus dicoba untuk membendung agar masalah dekadensi moral ini tidak semakin membesar. Meski, kita juga sadar bahwa upaya pencegahan di zaman modern dengan IT serba canggih, serba bebas dan transparan ini sangat berat, tapi tetap harus dicoba.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah ‘’mengamankan’’ generasi mudanya terlebih dulu. Terutama dalam pembenahan moral agar memiliki karakter atau jatidiri yang tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif. Pada kondisi seperti ini dukungan sekolah sangat dibutuhkan untuk menguatkan dan mengontrol prilaku siswa. Sekolah memegang hak asuh, membimbing dan membina di saat siswa di luar kontrol orang tua. Termasuk bantuan dan dukungan dari elemen masyarakat lain dalam menciptakan kegiatan positif bagi para generasi muda.
Sementara itu pihak berwenang atau terkait juga harus melakukan tindakan konkret untuk mencegah munculnya penyimpangan sosial. Misalnya memasang rambu larangan bermesraan di tempat-tempat umum sekaligus menindak tegas bagi yang melanggar. Melarang pengelola warnet membuat bilik tertutup, melarang menerima penghuni kos-kosan berlainan jenis kecuali suami istri serta memberi batasan tegas jam berkunjung tamu.
Komentar