Pengelola Car Free Day Makin Memble
Oleh:
A. Choliq Baya
SUDAH hampir setahun ini program car
free day (CFD) di Bumi Blambangan berjalan. Tepatnya, yang dipusatkan di
sepanjang Jl Ahmad Yani, mulai dari simpang lima hingga simpang tiga kantor
DPRD Banyuwangi. Setiap hari Minggu, sepanjang jalan protokol itu ditutup untuk
kendaraan bermotor mulai pukul 05.00 hingga 09.00. Harapannya, di hari minggu
itu tidak ada asap beterbangan maupun bunyi bising kendaraan bermotor yang
sepanjang hari biasanya kita rasakan. Itulah misi dari digelarnya program CFD.
Dengan
demikian, warga kota Banyuwangi dan sekitarnya bisa memanfaatkan sepanjang
jalan itu untuk aktvitas santai. Apakah ikut olah raga senam yang digelar
secara rutin di depan kantor Pemkab Banyuwangi, jalan-jalan santai bersama
keluarga, bersepeda, main sepak bola, skateboard, sepatu roda ataupun main
badminton. Bisa juga menikmati buku bacaan di perpustakaan keliling yang
mangkal di situ, melihat penampilan seni budaya yang kadang-kadang tampil, hunting
kuliner, ataupun mengikuti beberapa agenda acara yang digelar di sana.
Meski
sudah berjalan hampir setahun, ternyata suasana dan ‘’warna’’ yang muncul di
CFD hanya begitu-begitu saja. Belum bisa menjadi daya tarik khusus, apalagi
sampai menjadi ikon yang bisa dibanggakan. Karena itu, Pemkab Banyuwangi pun
pernah membahasnya secara khusus bersama instansi-instansi terkait untuk
meramaikan program CFD. Sampai-sampai setiap minggu harus dijadwal, instansi
mana saja yang harus berpartisipasi meramaikan CFD. Alhasil, arena CFD banyak
dipenuhi pelajar, khususnya dari sekolah-sekolah terdekat yang kebagian meramaikan
aktivitas di jalan bebas polusi asap dan suara bising mesin kendaraan.
Tak
hanya itu, pasca adanya rapat koordinasi, setiap minggu biasanya ada instansi,
khususnya dari perbankan, yang menggelar program di arena CFD. Seiring
perjalanan waktu, kondisinya terus meredup kecuali kalau secara kebetulan ada
instansi yang menggelar acara di sana. Seperti saat ada even Endog-endogan dan
Gerakan Membaca Menuju Banyuwangi Cerdas yang digelar Radar Banyuwangi, serta Lomba Mewarnai Batik yang digelar
Disperindag.
Meredupnya
pamor CFD salah satunya karena di arena itu tak ada sesuatu terbaru yang bisa
menarik perhatian warga untuk datang ke situ. Seperti minimnya even, minimnya
penjual makanan maupun barang-barang khas yang lain. Di satu sisi, instansi
pengelola atau yang ditunjuk sebagai leading
sector tidak pernah melakukan terobosan ataupun gebrakan apa-apa alias
jalan di tempat. Bahkan, untuk koordinasi dengan instansi terkait, khususnya
SKPD, seringkali tidak dihiraukan.
Beberapa
waktu lalu, Bupati Banyuwangi sempat meminta Radar Banyuwangi untuk ikut berpartisipasi secara langsung
meramaikan CFD. Setelah berkoordinasi dengan beberapa pihak, termasuk juga
mengajak mitra yang lain seperti dari Radio Vis FM dan JTV Banyuwangi, akhirnya
sepakat bergabung dengan menggelar even setiap minggu. Meski belum ada sponsor,
Radar Banyuwangi, berusaha untuk
komit untuk membantu menyemarakkan agenda CFD walaupun dengan pesiapan agak
mendadak.
Selain
membuka stan di lokasi, juga menggelar beberapa even seperti lomba menggambar
dan lomba foto. Termasuk juga meramaikan dengan permainan lucu berhadiah merchandise untuk menyegarkan suasana
yang dipandu beberapa penyiar dari radio Vis FM. Meski belum ada sponsor,
ditambah harus menyediakan halaman khusus untuk beritanya, program membantu
menyemarakkan CFD itu tetap dijalankan Radar
Banyuwangi yang rencana berlangsung selama Sembilan minggu.
Langkah
awal yang dimulai pada Minggu, 17 Juni 2012 itu cukup menarik banyak pihak.
Selain dihadiri bupati dan wakil bupati, hampir seluruh kepala SKPD juga hadir.
Bahkan, setelah mengikuti senam, para birokrat Pemkab Banyuwangi masih sempat tanding
sepak bola melawan karyawan Radar
Banyuwangi. Selain itu, di arena CFD juga ada empat tenda yang diisi oleh
wakil tiga kelurahan di bawah koordinasi Camat Banyuwangi. Mereka berjualan
makanan, kue dan minuman untuk memenuhi selera pengunjung yang ingin
mendapatkan asupan makanan setelah berolah raga atau refreshing.
Beberapa
pejabat Pemkab Banyuwangi dan jajaran SKPD berjanji ikut meramaikan CFD minggu
depannya. Termasuk, akan memanfaatkan CFD sebagai sarana sosialisasi program
yang ada di instansinya. Juga, akan mengerahkan patnernya untuk promosi maupun
menjual produknya di CFD. Apakah itu jualan tanaman hias, aneka satwa piaraan,
kain batik, souvenir, menampilkan seni budaya, dan lain sebaginya. Sayangnya,
‘’angin surga’’ itu hanya omong kosong. Mungkin karena saat itu ada bupati,
sehingga dengan mudahnya keluar ‘’janji manis’’ dengan tujuan asal bapak senang
(ABS) alias cari muka.
Faktanya,
dalam arena CFD hari Minggu kemarin, peran instansi pendukung makin merosot.
Tenda putih baru milik Pemkab Banyuwangi yang sebelumnya ikut mewarnai dan
dijanjikan jumlahnya lebih banyak pada minggu kemarin, justru tak tampak lagi.
Akibatnya, tiga kelurahan yang berjualan dan dagangannya habis lebih pagi dari
minggu sebelumnya itu tanpa tenda. Begitu pula stan Radar Banyuwangi, yang kemarin tanpa membawa tenda sendiri karena
sudah dijanjikan memakai tendanya pemkab, juga tampil seadanya.
Tak
hanya itu, bukti-bukti semakin melemahnya peran instansi yang ditugasi
mengelola CFD juga makin terlihat ketidakkonsistenannya. Pada Minggu
sebelumnya, pasca bupati dan para kepala SKPD meninggalkan arena CFD, Jl Ahmad
Yani sudah langsung dibuka untuk kendaraan bermotor. Padahal, saat itu baru
menunjukkan pukul 08.25 WIB alias belum waktunya dibuka. Kemarin lebih parah
lagi, kendaraan bermotor yang berseliweran di arena CFD jauh lebih banyak.
Tidak hanya sepeda motor, tapi juga ada beberapa mobil pribadi yang dibiarkan
lewat di jalan bebas asap itu.
Para
petugas Dishub sepertinya sengaja membiarkannya. Mereka tidak menunjukkan sikap
yang tegas sama sekali. Seharusnya, aturan mainnya semua kendaraan bermotor
dilarang masuk ke lokasi CFD. Apalagi, di sekitar Jl Ahmad Yani banyak jalan alternatif
yang bisa dimanfaatkan para pengendara. Artinya, penutupan Jl Ahmad Yani
sebagai arena CFD tidak terlalu mengganggu, sehingga tidak ada alasan bagi
petugas Dishub untuk membiarkannya lolos.
Kalau
aparat penegak aturannya saja sudah kendur, tak punya ketegasan, bahkan
beberapa dari mereka sudah meninggalkan tugas sebelum waktunya, bagaimana sebuah
program bisa jalan. Rasanya dukungan dari elemen masyarakat akan menjadi
percuma manakala instansi pengelola tak berbenah diri. Termasuk, bila di
jajaran instansi pemerintah sendiri tidak ada kekompakan untuk menyemarakkan
CFD. Sebab, yang diperlukan bukan lips
service tapi komitmen dan karya nyata. (cho@jawapos.co.id)
Komentar