Memaksimalkan Peran Humas
Oleh A. Choliq Baya
TINGKAT kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan jajaran pemerintahannya terus merosot. Bahkan, tingkat kemerosotannya kali ini tergolong paling parah karena sudah turun menembus batas ‘’aman’’, yakni di bawah 50 persen. Data survei Indo Barometer sebagaimana dilansir Jawa Pos (16/5) mengungkapkan, kepuasan publik terhadap kinerja SBY pada Agustus 2009 masih 90,4 persen. Selanjutnya, terjun bebas menjadi 74,5 persen pada Januari 2010 dan 50,9 persen pada Agustus 2010. Kini, pada Mei 2011, tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja pemerintahan SBY merosot menjadi 48,9 persen.
Mengetahui kondisi itu, salah seorang petinggi Partai Demokrat selaku pendukung utama pemerintah meradang. Mereka menuding sejumlah kementerian kurang aktif mengomunikasikan program-program yang sudah dikerjakan pemerintah kepada publik. Peran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang seharusnya menjadi motor penggerak utama dalam menjalankan fungsi komunikasi dinilai belum maksimal. Akibatnya, banyak program yang sudah dilakukan pemerintah tidak diketahui publik.
Sejatinya, peran Kementerian Kominfo dalam membangun citra maupun mengomunikasikan program pemerintahan sangat vital. Peran itu di perusahaan atau di institusi pemerintah daerah tak jauh berbeda dengan yang dilakukan bagian humas. Mereka inilah yang bertugas menyosialisasikan program-program pembangunan pemerintah yang telah maupun akan dilakukan kepada publik. Termasuk, menyosialisasikan produk yang telah dihasilkan atau kebijakan baru pemerintah.
Dalam era Orde Baru (Orba), peran kehumasan pemerintahan ditangani Menteri Penerangan yang aktivitasnya cukup mendominasi. Bahkan, institusi ini bisa memberangus media massa yang dianggap tidak sejalan dengan pemerintah. Selain itu, di tingkat daerah juga masih ditunjang oleh yang namanya juru penerang (jupen). Mereka inilah yang bertugas menyosialisasikan dan mengomunikasikan program-program pemerintah kepada masyarakat secara langsung. Bahkan, mereka juga dibekali peralatan yang cukup memadai, seperti mobil penerangan lengkap audio dan proyektor untuk pemutaran film.
Mengingat perannya cukup dominan, maka menteri yang paling dikenal pada era Orba adalah Menteri Penerangan. Khususnya saat kementerian itu dipimpin Harmoko, yang mantan wartawan. Lantaran sering muncul di media massa dan selalu menyosialisasikan program dan kebijakan pemerintah dengan menyebut ‘’sesuai petunjuk Bapak Presiden’’, banyak rakyat yang muak. Bahkan, beberapa pihak berani memelesetkan nama Harmoko yang banyak omong demi memenuhi tugasnya itu menjadi ‘’hari-hari omong kosong’’.
Sekarang eranya sudah berbeda, yakni era informasi dan keterbukaan. Meski struktur lembaga dan bentuk komunikasi yang bisa dilakukan saat ini berbeda dengan Orba, tapi kita bisa mengambil hikmah dan semangat tak kenal lelah yang ditunjukkan Harmoko. Bila personel humas tidak gesit, tidak memiliki motivasi dan inovasi dalam mengimplementasikan program-program pemerintah tentu itu bisa melemahkan kepercayaan publik.
Keberadaan humas memang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan dan opini publik. Termasuk, harus sejalan dengan tuntutan transparansi oleh masyarakat luas terhadap pelayanan pemerintah. Selama ini peran dan fungsi humas di lingkungan pemerintahan masih sangat terbatas dan belum optimal. Alasannya, karena keterbatasan kemampuan SDM para pejabat humas dalam penguasaan substansi tugas dan peran. Di samping itu, kurangnya pejabat yang berkualifikasi kehumasan dari sisi pendidikan formal, dan masih terbatasnya pemahaman tentang arti dan fungsi humas itu sendiri.
Peran dan fungsi humas pemerintah selama ini masih kalah kelas bila dibandingkan dengan public relations organisasi bisnis atau dunia usaha. Oleh karena itu, aparatur kehumasan pemerintah sebisa mungkin lebih memperluas wawasan. Termasuk, pemahaman dan pengetahuan seputar dunia kehumasan agar kinerja dan profesionalisme tugas pemerintahan dapat terlaksana dengan baik.
Dalam sebuah organisasi, khususnya di lingkup pemerintahan, humas memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Selain itu, sebagai sebuah kegiatan komunikasi, humas juga berfungsi sebagai jembatan untuk membangun suasana yang kondusif dalam kerangka “win-win solutions”, antar stakeholders organisasi, baik internal maupun eksternal, dalam rangka membangun citra institusi pemerintah itu sendiri.
Selaku ‘’corong’’ pemerintah, bagian humas hendaknya tidak hanya bertugas mengkliping berita atau mengkoordinasi para jurnalis agar ikut kunjungan rombongan presiden atau kepala daerah ke lapangan. Tetapi, bagaimana caranya mereka juga bisa mengarahkan sekaligus menyiapkan materi berita yang layak untuk konsumsi publik. Sebab, tidak semua agenda kegiatan dan program pemerintah memiliki nilai jual bagi media.
Tetapi, kalau program atau kegiatan pemerintahan itu dianggap memiliki momen dan nilai penting menurut kacamata pemerintah, tentu bisa dilakukan dengan cara memasang advertorial (iklan berita) di media. Hal itu juga bisa dilakukan oleh institusi lain di internal pemerintahan, seperti kantor kementerian, biro, dinas, bagian, dan lain sebagainya. Salah satu tujuannya, agar masyarakat tahu apa saja program yang telah direalisasikan pemerintah untuk rakyat. Mengingat, banyak masyarakat yang tidak tahu realisasi dari janji presiden atau kepala daerah seperti yang dilontarkan saat kampanye pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan walikota.
Begitu pula dengan realisasi program-program yang telah dicanangkan atau disusun pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Kalau ini tidak disosialisasikan, tentu rakyat tidak tahu seperti apa arah dan langkah pemerintah dalam mengelola negara ini. Akibatnya, rakyat menilai pemerintah tidak melakukan terobosan apa pun dalam membangun negeri ini. Dampaknya, citra pemerintah merosot, tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah juga menurun.
Yang juga tak kalah penting, para staf humas juga harus dibekali kemampuan menulis dan berkomunikasi. Tujuannya, supaya bisa menyusun press release atau membuat materi advertorial yang press clear untuk media massa agar bisa sejalan dengan misi pemerintah. Terutama, untuk media yang wartawannya tidak bisa mengikuti kegiatan pemerintah karena lokasinya sangat jauh atau karena faktor lain. Perkara press release yang dikirim ke media massa itu nanti dimuat ataukah tidak, itu urusan lain. Yang penting, tugas kehumasan telah dilaksanakan dengan baik.
Terkait materi advertorial, memang harus digarap dengan tidak grusa-grusu dan tidak asal-asalan. Materinya juga harus yang benar-benar berkualitas, padat, ‘’berisi’’, dan tidak sekadar menampilkan agenda kegiatan seremonial disertai foto-foto salon para petinggi pemerintahan. Hilangkan kesan formal dan ABS (asal bos senang). Sehingga, pembaca atau pemirsa tidak merasa jenuh dengan materi yang ditampilkan.
Salah satu contoh materi untuk kepentingan pencitraan pemerintah Banyuwangi yang bisa diangkat dan disebar ke publik adalah program perbaikan jalan. Hal itu untuk mengobati kekecewaan masyarakat akibat banyaknya jalan amburadul di daerahnya. Apalagi, berita jalan rusak ini beberapa kali dikeluhkan warga di media massa. Kalau dalam APBD tahun ini ada anggaran untuk perbaikan jalan-jalan rusak, maka bagian humas harus bisa mengomunikasikan program perbaikan jalan itu.
Misalnya, berapa panjang jalan di Banyuwangi yang tergolong rusak berat dan rusak ringan? Di mana saja lokasi jalan rusak itu? Kemudian, pada tahun ini dengan kemampuan APBD yang sangat terbatas, jalan-jalan rusak di daerah mana saja yang mendapat prioritas perbaikan lebih dulu? Kenapa harus daerah itu yang perbaikannya didahulukan? Berapa anggaran yang dikucurkan untuk membangun jalan rusak itu? Humas harus bisa membuat rangkaian tulisan yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas agar terlihat transparan dan bisa diapresiasi semua pihak.
Untuk mengetahui jawaban-jawaban di atas, tentu humas bisa melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang menjadi leading sector dari program perbaikan jalan. Termasuk, mengakomodasi pendapat para tokoh masyarakat, anggota DPRD, kepala DPU, dan bupati, untuk mempertegas dan memperjelas komitmen pemerintah dalam merealisasikan program pembangunan. Dengan mengomunikasikan pelaksanaan program pemerintah yang sedang maupun sudah dikerjakan disertai bukti nyata berupa foto, masyarakat akan menilai bahwa pemerintah atau kepala daerah benar-benar telah merealisasikan janjinya.
Selain itu, masih banyak program pembangunan lain yang bisa diangkat ke permukaan, termasuk berinovasi melakukan terobosan-terobosan baru dalam bentuk lain untuk meningkatkan citra dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Itu menjadi bidang garapan bagian humas untuk menyosialisasikan kepada publik. Wallahu a’lam bissawab. (cho@jawapos.co.id)
Komentar