Cantiknya Ruang Terbuka Hijau
Oleh
A. Choliq Baya
SETELAH
direnovasi dan dibuka kembali untuk publik, Taman Sri Tanjung, Taman Blambangan,
dan Taman Makam Pahlawan (TMP) Banyuwangi, semakin dipadati pengunjung. Ruang
terbuka hijau (RTH) yang selama ini dibatasi pagar keliling itu kini tak lagi
berpagar. Sehingga, kesannya menjadi lebih terbuka, lebih luas, lebih rapi,
lebih indah, dan lebih asri. Warga masyarakat yang datang untuk olah raga, refreshing, cuci mata atau sekadar
jalan-jalan, pun menjadi lebih betah berlama-lama di sana.
Setiap
pagi, misalnya, sering kali saya melihat para siswa, mulai PAUD, TK, hingga SD,
melakukan aktivitas di Taman Blambangan dan Taman Sri Tanjung. Ada yang
berbaris, senam, dan ada yang melakukan olah raga lain. Lahan yang mereka
manfaatkan juga tidak hanya di lapangan berumput, tapi juga di trotoar yang
kini sudah disulap menjadi lebih lebar. Kondisi itu menjadi berkah bagi
sekolah-sekolah yang tidak memiliki halaman luas untuk menggelar aktivitas olah
raga.
Demikian
pula TMP yang selama ini tertutup pagar rapat dan terkesan angker, kini
terlihat lebih indah, cantik, dan familiar. Warga yang ingin masuk ke TMP pun
lebih bebas. Kalau sebelumnya yang datang berziarah hanya keluarga pahlawan
yang dimakamkan di situ, kini masyarakat umum yang ingin berdoa secara langsung
di hadapan pusara pahlawan atau sekadar melihat-lihat bisa bebas melakukannya.
Bahkan, tak sedikit yang memanfaatkan bagian depan TMP yang sudah disulap
menjadi taman itu sebagai tempat refreshing.
Terutama Minggu pagi, trotoarnya sering dimanfaatkan untuk senam dan arena
membaca bagi warga yang memanfaatkan mobil perpustakaan keliling yang biasa mangkal
di depan TMP.
Di
malam hari, jumlah pengunjung yang datang untuk memanfaatkan RTH ternyata jauh
lebih banyak. Itu tidak terbatas pada malam minggu saja, hari-hari biasa juga
ramai pengunjung. Terutama, di Taman Sri Tanjung. Apalagi, di tempat itu para
pengunjung juga bisa berselancar ke dunia maya secara gratis karena sudah
tersedia fasilitas wifi. Kebanyakan
mereka yang datang tidak sekadar jalan-jalan tapi ada juga yang berwisata
kuliner. Sebab, di sekitar Taman Sri Tanjung juga banyak pedagang kaki lima
(PKL) yang menjajakan dagangannya.
Memang,
mereka tidak lagi berjualan di trotoar Taman Sri Tanjung karena dilarang, tapi
pindah ke seberang jalan double W
yang ada di depan pendapa kabupaten. Akibatnya, pengendara yang lewat di Jl.
Sri Tanjung depan pendapa agak terganggu oleh aktivitas PKL yang menggelar
dagangannya di tepi jalan. Meski di sekitar Taman Sri Tanjung ada beberapa
petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP), tapi mereka sepertinya sengaja
membiarkannya. Sebab, sebelum taman itu direnovasi, para PKL itu sehari-harinya
memang mangkal di trotoar Taman Sri Tanjung.
Sejatinya,
Pemkab Banyuwangi telah menyediakan tempat khusus untuk PKL yang terletak di
sisi selatan Taman Sri Tanjung. Lokasinya sudah tertata rapi per stan, lengkap
dengan perkakas pendukung seperti etalase tempat bahan dagangan, keran, wastafel beserta tempat kongkow pengunjung untuk menikmati
makanan. Tapi, hingga kini tempat kuliner itu belum ada penghuninya alias belum
termanfaatkan. Konon tempat itu bakal diprioritaskan untuk PKL yang tergusur
dengan beban biaya sewa harian. Syaratnya, makanan yang dijual tidak dimasak di
tempat itu agar kebersihan tetap terjaga.
Selain
tiga tempat RTH di tengah kota yang sudah direnovasi, Pemkab Banyuwangi
rencananya juga akan membuat tempat serupa di Kecamatan Genteng. Lokasi RTB
yang rencananya dibangun di dekat lapangan Maron ini sekaligus akan
dimanfaatkan sebagai alun-alun kota. Mengingat, RTH untuk tempat rekreasi
maupun kongkow-kongkow warga
masyarakat di daerah selatan masih sangat kurang. Sehingga, keberadaan RTH ini
sangat diperlukan dan dinanti banyak orang. Apalagi, Jl. Wahid Hasyim yang ada
stadion Maron setiap minggu juga sudah ditetapkan sebagai lokasi car free day yang bisa dimanfaatkan
sebagai sarana olah raga maupun refreshing.
Antusias
warga masyarakat untuk mendatangi sekaligus memanfaatkan RTH kian hari semakin
besar. Terbukti di kota besar seperti Surabaya, jumlah RTH yang dibangun dan
direnovasi terus bertambah, jumlah pengunjung pun semakin banyak. Saya yakin,
di Banyuwangi juga akan seperti itu. Lihat saja, tiga RTH yang baru saja
direnovasi di kota berjuluk sunrise of
java, hampir tak pernah sepi dari pengunjung. Ini menunjukkan kalau warga
masyarakat cukup menyukainya. Apalagi keberadaan RTH juga membuat wajah kota
kita semakin cantik dan asri.
Oleh
karena itu, setiap upaya yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan RTH di
beberapa kecamatan perlu kita dukung. Sebab, jumlah RTH di Banyuwangi masih
jauh dari memadai. Apalagi, bila nanti setiap RTH juga dilengkapi dengan
fasilitas jaringan internet berbasis wifi.
Saya yakin warga masyarakat akan lebih antusias memanfaatkan ruang publik ini.
Secara tidak langsung kondisi ini juga bisa menciptakan suasana ceria dan
menyenangkan bagi masyarakat. Secara psikologis, juga bisa meningkatkan umur harapan hidup warga Banyuwangi.
Sayangnya,
beberapa lokasi RTH di kota Banyuwangi yang baru direnovasi itu sangat kurang
perawatannya. Padahal, belum genap satu bulan tiga RTH; Taman Sri Tanjung,
Taman Blambangan dan TMP itu diserahkan ke pemerintah dari kontraktor. Lihat
saja keramiknya yang bergelombang kasar tampak kusam karena banyak endapan debu
atau tanah yang melekat. Bahkan, di pagi hari pun yang seharusnya tampak
bersih, sering kali terlihat kotor oleh dedaunan dan bunga tanaman yang rontok
diterpa angin. Kondisi ini bukan sesaat, tapi kami perhatikan setiap minggu
pagi misalnya, tetap tidak berubah. Artinya, belum dibersihkan.
Kondisi
lebih parah bisa kita lihat di Taman Sri Tanjung. Meski terlihat lebih indah
dan rapi dari luar, tapi perawatannya masih kurang memuaskan. Untuk ukuran
taman yang masih baru saja selesai direnovasi, perawatannya perlu perhatian
ekstra. Misalnya, air mancur yang ada di tengah taman, ada beberapa yang airnya
tidak bisa keluar secara maksimal. Tak hanya itu, air kolamnya juga sudah
berwarna hijau dan banyak lumut yang menggumpal terapung di permukaan. Kondisi
ini jangan dianggap sebagai masalah kecil dan sepele. Sebab, kalau perawatan
dan kebersihannya tidak dilakukan secara serius sejak dini, saya yakin taman
yang direnovasi dengan biaya miliaran rupiah itu akan cepat berubah menjadi
kumuh.
Komitmen
dan kepedulian dari dinas pengelola untuk menjadikan RTH di Banyuwangi agar
tetap terawat kebersihan dan kerapiannya harus ditunjukkan. Tidak boleh
asal-asalan alias ala kadarnya. Sebab, untuk merenovasi taman ini biaya yang
dikeluarkan tidak kecil. Selain itu, taman ini juga menjadi bahan penilaian
untuk penghargaan Adipura agar kota Banyuwangi tidak lagi mendapat cap kota
terkotor di Jatim. Oleh karena itu, bupati juga harus sering sidak langsung ke
lapangan sebagaimana Wali Kota Surabaya Tri Risma Harini yang begitu peduli
terhadap lingkungan. Beliau sering blusukan
mengawasi langsung kondisi RTH, taman, sungai dan pembuatan gorong-gorong.
Sehingga,
sangat wajar manakala RTH, taman, sungai dan selokan yang ada di kota Surabaya
kini semakin elok dan cantik. Bila malam hari, RTH dan taman-taman yang semakin
banyak bertebaran di kota terlihat makin indah karena disinari dengan aneka
lampu warna warni. Pengunjungnya juga selalu penuh, terutama bila malam minggu
atau pada hari-hari libur. Tak salah kalau kota terbesar di Indonesia ini
berkali-kali mendapat penghargaan Adipura. Sampai akhirnya mendapatkan Adipura
Kencana karena sudah 6 kali berturut-turut dan selalu punya inovasi baru dalam
mengelola kebersihan dan keasrian lingkungan.
Pemkab
Banyuwangi beserta warganya juga harus punya semangat seperti Surabaya. Jangan
sampai timbul kesan, bisanya hanya menghabiskan anggaran miliaran rupiah untuk
membangun atau merenovasi tapi tidak bisa merawat dengan baik. Karena itu,
masalah perawatan juga tak kalah penting dengan membangun. Selamat berbenah
Banyuwangiku, semoga semakin cantik, indah, dan asri. (cho@jawapos.co.id)
Komentar