Banyuwangi, Surga Investasi Baru?
Oleh: A. Choliq
Baya
SELAMA ini Banyuwangi cukup dikenal dengan dunia magis
dan mistiknya. Keampuhan para supra natural atau dukun asal Banyuwangi sudah
begitu tersohor dimana-mana. Beberapa macam ajian bernuansa mistis yang bisa
dipakai untuk memperdayai orang juga banyak kita temukan. Mulai dari santet,
pelet, jaran goyang, sabuk mangir, dan masih banyak lagi. Kentalnya nuansa
magic dan mistis itu terkadang membuat merinding orang luar yang akan bertugas
di bumi bertajuk Sunrise
of Java.
Imej Banyuwangi sebagai kota magic dan mistis itu hingga
kini masih sangat terasa meski nuansanya sudah tidak sekental dulu. Sebab,
kalau dulu orang yang akan pergi ke Banyuwangi banyak yang tidak berani
terang-terangan karena takut dikira akan mencari paranormal. Tetapi, sekarang
orang sudah tidak malu-malu lagi untuk menyebut akan datang ke Banyuwangi.
Mengapa? Karena Banyuwangi sudah berubah cukup pesat, bahkan kini mendapat
julukan baru sebagai surga investasi.
Julukan baru itu disampaikan langsung oleh akademisi
sekaligus pakar statistik senior ITS Kresnayana Yahya. Termasuk dijadikan tema talk show di radio Suara Surabaya yang
dipandu sendiri oleh Kresnayana dengan bintang tamu Bupati Banyuwangi Abdullah
Azwar Anas. Talk show di media cukup
prestise yang berlangsung beberapa waktu lalu itu juga di-relay beberapa stasiun radio di Banyuwangi. Tanggapan dari
masyarakat Jawa Timur sangat luar biasa. Hampir semuanya memberikan apresiasi
positif.
Meroketnya Banyuwangi sebagai surga investasi baru ini,
tentu tak bisa lepas dari peran dan kepiawaian Bupati Anas. Mulai dari kiat dan
strateginya dalam merancang program yang bisa dijadikan sebagai pengungkit
kemajuan daerah hingga mobilitasnya yang tinggi dalam menawarkan Banyuwangi ke
pihak luar. Termasuk, mencarikan anggaran pendukung dari pemerintah pusat untuk
memperbaiki infrastruktur yang ada di daerah. Karena, kalau hanya mengandalkan
APBD, tidak akan cukup dan butuh waktu agak lama.
Ada beberapa kiat yang dilakukan Bupati Anas dalam
menawarkan Banyuwangi hingga dikenal sebagai surga investasi baru. Hal ini juga
bisa dicontoh oleh kepala daerah lain. Yaitu, aktif sebagai ‘’salesman’’ sekaligus aktif berpromosi
maupun piawai memanfaatkan media promosi. Dengan kata lain, dia bisa memerankan
diri sebagai personal marketing communication. Penguasaan ilmu
ini yang jarang dimiliki oleh kepala daerah. Terutama yang berlatar belakang birokrat.
Karena itu, jangan heran kalau bupati sampai berani
membeli space di beberapa media cetak berlevel internasional. Seperti di
beberapa majalah milik maskapai penerbangan untuk mengekspos potensi yang
dimiliki Banyuwangi. Termasuk, berpromosi di stasiun televisi maupun radio
melalui acara talk show maupun
kerjasama even. Multiplier effect
dari ekspos potensi daerah itu yang akhirnya menjadikan Banyuwangi banyak
didatangi investor.
Terbukti, minat orang untuk berinvestasi di Banyuwangi
hingga akhir 2011 kemarin menyodok ke urutan ketiga dari 38 daerah di Jatim. Padahal,
tahun sebelumnya masih berada di urutan 37. Sedangkan realisasi investasi asing
hingga semester I tahun 2012, daerah ini juga menyodok ke urutan kedua di
Jatim. Kondisi ini sejalan dengan melesatnya pertumbuhan ekonomi Banyuwangi di Semester awal tahun 2012 yang
mencapai 7,22 persen, mengungguli pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 6,5
persen.
Kabar yang cukup menyenangkan di atas semoga tidak
sekedar menjadi ‘’angin surga’’. Faktanya, meski para investor sudah banyak
yang berminat mengembangkan usahanya di bumi Blambangan, ternyata masih ada
kendala yang cukup krusial. Salah satunya menyangkut ketersediaan lahan. Ini
bukan berarti di Bumi Blambangan yang daerahnya cukup luas, bahkan konon
kabarnya secara geografis terluas di Pulau Jawa, tidak tersedia lahan.
Melainkan, ada pihak-pihak yang sengaja ingin mengeruk keuntungan secara
berlebihan dengan hadirnya investor.
Salah satu yang dinilai mengganggu arus investasi
adalah para spekulan tanah. Kabar yang beredar, para spekulan tanah tidak hanya
dari kalangan orang berduit saja tetapi ada juga dari kalangan pejabat. Mereka
ada yang sudah membeli atau masih dalam proses membeli lahan yang sudah diincar
investor untuk tempat usaha.
Tak hanya itu, beberapa investor malah ada yang dibuat
kelimpungan oleh spekulan tanah.
Misalnya, ada investor yang akan membangun hotel dan sudah membebaskan beberapa
lahan milik warga tapi dihambat oleh pemilik lahan yang kebetulan tanahnya jadi
akses jalan utama. Investor sudah menyetujui saat pemilik lahan menaikkan harga
yang sudah disepakati. Begitu akan dibayar, pemilik lahan menaikkan harga lagi.
Kondisi ini membuat investor tidak nyaman. Sepertinya pemilik maupun spekulan
tanah banyak yang memanfaatkan aji
mumpung demi mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
Kasus-kasus tanah yang lain, terutama di Wongsorejo
yang bakal jadi kawasan industri juga masih bermasalah. Terutama terkait dengan
pengalihan hak guna usaha (HGU) ke pihak lain yang belum bisa dituntaskan
dikarenakan masih ada warga yang menolak kompensasi. Sebab, tanah negara yang
ditempati selama puluhan tahun itu diklaim sebagai tanah miliknya dan mereka
menolak ganti rugi yang diberikan investor baru.
Belum lagi gangguan-gangguan lain dari elemen
masyarakat yang ingin mendapatkan keuntungan dari kehadiran investor. Biasanya
dengan mempersoalkan kelemahan atau kekurangan pada sisi lain yang terkesan
dicar-cari. Tapi ujung-ujungnya, mereka minta duit atau minta kompensasi yang
lain. Selama visinya jelas demi terciptanya tatanan masyarakat dan lingkungan
sehat tentu kita acungi jempol. Namun, kalau ada agenda yang tersembunyi, itu
sama saja dengan menghambat proses pembangunan yang bertujuan menyejahterakan
masyarakat.
Karena itu, pemerintah harus menertibkan para spekulan
tanah dan pihak-pihak yang mencoba mengeruk keuntungan secara sepihak.
Misalnya, melakukan pengawasan yang ketat terhadap adanya proses jual beli
tanah di kawasan industri. Khususnya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu
dengan tujuan mengeruk keuntungan berlipat-lipat.
Selama pemerintah dan warga masyarakat tidak kompak
dalam membantu merealisasikan usaha yang akan dibangun investor di daerah ini,
jangan harap Banyuwangi bisa menjadi surga investasi. Bahkan, kalau kondisi
pembebasan lahan terus bermasalah, para investor pun akan kapok karena tidak
adanya jaminan dan kepastian yang bisa mendukung usahanya. Akhirnya, Banyuwangi
yang baru mendapatkan julukan sebagai surga investasi baru bisa berubah menjadi
neraka bagi investor. Semoga ini tidak terjadi. (cho@jawapos.co.id)
Komentar