Nyapu Bareng
Oleh A. Choliq Baya
HARI ini (9/12/11) jalan poros nasional yang melintasi Kabupaten
Banyuwangi mulai Wongsorejo sampai Kalibaru
bakal dipenuhi puluhan
ribu warga. Mereka ikut menyukseskan program ‘’nyapu bareng’’ yang akan
dicatatkan dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). Warga yang dikerahkan turun ke
jalan dengan membawa sapu tersebut berasal dari berbagai elemen masyarakat,
mulai pelajar, mahasiswa,
guru, perangkat desa, polisi, tentara, buruh perkebunan, karyawan swasta, hingga pegawai negeri sipil. Para relawan
yang menjadi tukang sapu itu akan membersihkan jalan selama satu jam, mulai pukul
06.00 sampai 07.00.
Hasil rapat koordinasi panitia yang dikoordinatori
Dinas Kebersihan dan
Pertamanan (DKP) bersama para camat Rabu kemarin (7/12), jumlah peserta ‘’nyapu
bareng’’ terus bertambah. Semula yang didaftarkan oleh camat ke panitia
tercatat 93.599 peserta. Tetapi, dalam rapat koordinasi terakhir di Pemkab Banyuwangi dua hari lalu, jumlah peserta meningkat menjadi 100.000 lebih. Panitia
belum bisa memastikan angka riil-nya karena beberapa kecamatan ada yang belum
bisa menentukan jumlah peserta secara pasti alias masih perkiraan. Bahkan,
beberapa camat mengatakan, jumlah para peserta masih bisa bertambah lagi.
Apa yang disampaikan para camat itu semoga tidak sekadar lips
service, apalagi hanya laporan asal bapak senang (ABS). Tentu
manusia sebanyak itu
harus ‘’mempersenjatai’’ diri dengan sapu. Sepertinya
itu yang kurang
dipertimbangkan. Sebab, para camat lebih terfokus mengkoordinasi
para peserta sebanyak
mungkin, sedangkan peralatan yang diperlukan lebih banyak dibebankan kepada masing-masing peserta.
Hanya satu camat yang melaporkan telah menyiapkan sapu untuk peserta, meski tidak
semua.
Lantaran yang akan dicatatkan dalam MURI ini merupakan
‘’nyapu bareng’’ dengan rekor peserta terbanyak dan terpanjang, seharusnya juga
ada aturan main lebih detail yang harus disampaikan kepada para peserta. Saya sendiri kurang tahu
secara detail aturan main yang disyaratkan MURI untuk pemecahan rekor ‘’nyapu bareng’’
dengan peserta terbanyak dan areal terpanjang. Misalnya, apakah rangkaian
peserta ‘’nyapu bareng’’ di sepanjang jalan yang telah ditentukan itu tidak
boleh terputus? Berapa jarak penyapu satu dan penyapu yang lain? Apakah juga diperbolehkan
peserta membawa alat kebersihan selain sapu? Dan lain sebagainya.
Informasi yang kami peroleh di
website MURI, ada dua
even menyapu massal terkait pemecahan rekor yang pernah dicatatkan MURI.
Pertama, menyapu jalan sepanjang 11 km secara serentak yang diikuti 1.000
peserta di Kota Jambi. Kedua, menyapu serentak dengan peserta terbanyak, yaitu
22.926 orang di Kota Metro, Lampung. Kedua rekor menyapu jalan terpanjang dan
menyapu dengan peserta terbanyak itu berlangsung pada tahun
2006 dan 2008.
Sejatinya, dalam rangka menyambut hari jadi ke-240 ini, Kabupaten Banyuwangi ingin memecahkan kedua
rekor yang sudah ada tersebut. Saat ini sudah terdaftar sebanyak 100.000 peserta
lebih, dengan jalan yang bakal disapu sepanjang 291,8 km. Hanya saja, saya
belum dapat informasi detail apakah panjang jalan atau jumlah peserta
sebanyak itu semua bakal dicatatkan dalam MURI?
Sebab, jumlah peserta yang dilaporkan para camat tersebut
merupakan akumulasi peserta
“nyapu bareng” dan ‘’rijig-rijig
kampung’’. Sementara itu, yang bakal dicatatkan di MURI, konon hanya peserta yang
ikut menyapu di jalan poros nasional. Mengenai berapa jumlah peserta dan
panjang jalan yang valid, sepertinya pihak MURI harus mengerahkan banyak tenaga
untuk meninjau lapangan mulai Wongsorejo hingga Kalibaru. Kalau tak ingin
bersusah payah alias pilih enaknya, cukup mengandalkan laporan panitia saja,
meskipun hasilnya bisa jadi lebih banyak klaim sepihak.
(Hasil akhir yang dicatatkan di MURI ternyata hanya rekor ‘’nyapu
bareng’’ dengan areal terpanjang, yakni 107 km)
Secara teknis, panitia akan memulai kampanye “nyapu bareng” pada pukul 06.00 dipimpin Bupati Azwar Anas
bersama Forum Pimpinan Daerah (Formida) Banyuwngi di depan kantor pemkab dan
diikuti seluruh peserta yang tersebar di 24 kecamatan. Acara dimulai dengan pemukulan
kentongan oleh bupati yang
disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun radio. Saat
“nyapu bareng” berlangsung, warga dan
panitia lokal diminta
memutar musik untuk menyemangati para peserta.
Gerakan ‘’nyapu bareng’’ ini patut diapresiasi bersama meski realisasinya bisa
jadi banyak pihak yang merasa terganggu dan dirugikan. Para pengguna jalan raya yang sedang melintas pasti tidak bisa
sampai tujuan dengan cepat. Demikian pula dengan peserta ‘’nyapu bareng’’ yang
berasal dari kalangan pelajar
yang hari ini sedang mengikuti ujian semester, bisa jadi konsentrasinya
terpecah. Sebab, dia harus berangkat lebih pagi sekaligus harus menyiapkan dan
membawa sapu ke sekolah. Belum lagi kalau lokasi ‘’nyapu bareng’’-nya agak jauh
dari sekolah.
Meski demikian, harapan kita semua, kampanye ‘’nyapu
bareng’’ ini bisa menggugah kepedulian seluruh elemen masyarakat untuk
menyukseskan program Banyuwangi Green and
Clean sekaligus mendukung Gerakan Nasional Indonesia Bersih yang
dicanangkan presiden RI. Kita tidak ingin Kota Banyuwangi menjadi lautan sampah
lagi seperti tahun 2010 kemarin hingga mendapat predikat sebagai kota terkotor
di Jawa Timur. Apalagi, beberapa waktu lalu, Banyuwangi mendapat penghargaan
dari Pemprov Jatim sebagai juara kedua program Menuju Indonesia Hijau.
Tentu untuk mewujudkan dan mempertahankan prestasi yang
sudah ada itu, pemerintah dan masyarakat Banyuwangi tidak boleh
puas sampai di sini.
Apalagi, beberapa program kebersihan lingkungan dalam rangka mewujudkan Banyuwangi
green and clean banyak yang belum
terealisasi. Terutama, terkait sistem manajemen dan tempat pengolahan sampah
yang belum dimiliki kota ini. Selain itu, Banyuwangi juga belum memiliki kader-kader lingkungan hingga
tingkat RT/RW. Padahal, merekalah yang diharapkan menjadi penggerak warga agar
lebih peduli terhadap
kebersihan lingkungan.
Kita berharap, ‘’nyapu bareng’’ ini tidak hanya
membersihkan lingkungan Banyuwangi secara fisik, tapi juga
bisa membersihkan mental-spiritual warga dan aparat pemerintah.
Khususnya dalam membersihkan praktik-praktik kotor di birokrasi dan instansi
pelayanan publik, seperti maraknya pungutan liar (pungli) yang kini semakin membudaya. Tanpa
komitmen perilaku bersih dari kita semua, jangan harap pembangunan daerah ini akan diberkahi
Allah. Pasti, akan ada saja masalah, cobaan, dan bencana, yang diberikan oleh-Nya.
Semoga para pimpinan di negeri
ini juga memiliki komitmen tinggi dalam membersihkan mental-spiritual para aparat yang bobrok. Lebih
bersyukur lagi manakala direalisasikan dengan menggelar program kampanye
‘’sikat bersih’’ pungli untuk meningkatkan kewibawaan aparat negara. (cho@jawapos.co.id)
Komentar