Kunker, Bimtek, Konsultasi, Studi Banding, atau Pelesir?


Oleh: A. Choliq Baya

PRESTASI anggota DPRD Banyuwangi dalam urusan menghabiskan anggaran untuk urusan perjalanan ke luar daerah cukup ‘’membanggakan’’. Selama tahun 2012 ini, hingga bulan Juli kemarin, tak kurang dari 17 agenda kunjungan keluar daerah telah dilakukan. Baik yang dikemas dengan nama agenda kunjungan kerja (kunker), bimbingan teknis (bimtek), studi banding, maupun konsultasi ke pemerintah pusat maupun provinsi.  Yang pasti, tak satupun agenda kegiatan keluar daerah itu yang diberi label ‘’pelesir’’ he… he...  he…

Apa kaitannya agenda keluar daerah dengan pelesir? Itu sekedar mengingatkan para wakil rakyat yang terhormat agar program kunker, bimtek, konsultasi dan sejenisnya tidak dibuat main-main atau disalahgunakan untuk tujuan tertentu. Sebab, tak jarang agenda seperti di atas lebih banyak dimanfaatkan untuk pelesir. Termasuk, ada juga yang berharap dari agenda itu selain bisa pelesir gratis juga untuk menambah pendapatan. Mengingat, dari kunjungan keluar daerah itu banyak fasilitas yang didapat. Mulai dari uang akomodasi, transportasi, uang makan, uang saku dan beberapa komponen lain.

Mengenai agenda pelesir eh kunker, kita berharap apa yang dilakukan oleh anggota DPRD Banyuwangi tidak seperti yang dilakukan anggota DPR RI. Sebab, beberapa waktu lalu agenda kunker atau studi banding DPR keluar negeri banyak mendapat sorotan sinis dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan, beberapa agenda keluar negeri akhirnya ada yang dibatalkan. Penolakan juga datang dari para mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri. Mereka menganggap manfaat dari kunker ke luar negeri sangat kecil, justru hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.

Terlebih lagi, setelah para anggota DPR yang tetap ngotot studi banding ke luar negeri ternyata kepergok para mahasiswa sedang berbelanja di mall. Beberapa anggota rombongan legislator diantaranya malah ada yang mengajak anggota keluarganya. Meski mereka beralasan biaya keluarganya yang ikut keluar negeri menggunakan anggaran pribadi, tetap saja kurang etis. Fakta ini menunjukkan kalau nuansa pelesir lebih mendominasi dibandingkan agenda utamanya. Tentu ini sangat menyakiti hati rakyat yang telah memilihnya agar bisa amanah dalam menjalankan tugas.

Bagaimana dengan yang dilakukan oleh wakil rakyat Banyuwangi? Tak ada salahnya rakyat mempertanyakan urgensi dan hasil yang didapat dari kunjungan keluar daerah. Pasalnya, selama ini kita tidak pernah tahu atau hasilnya tidak pernah terekspos di media. Termasuk, ngapain saja mereka di sana. Apakah benar-benar murni melakukan tugas, bersenang-senang, pelesir, bisnis, atau melakukan aktivitas lain? Segalanya bisa saja terjadi.

Kenapa saya harus mengkritisi masalah ini? Sebenarnya, sudah lama masalah ‘’prestasi’’ kunker dan sejenisnya ini ingin saya tulis. Apalagi, beberapa kali fenomena anggota dewan tugas keluar kota ini muncul di media massa. Hanya saja, saya kesulitan untuk mendapatkan data-data yang lebih detail, di luar berita yang sudah muncul di koran ini. Terutama terkait dengan apa saja fasilitas yang diterima anggota dewan dan apa yang riil dilakukan di luar daerah. Termasuk keterkaitan hasil kunker dengan kinerja yang dilakukan dewan.

Saya sudah minta bantuan wartawan koran ini untuk mencarikan data-data pelengkap yang saya inginkan. Tapi sampai sekarang tak kunjung dapat. Sepertinya, memang dikunci rapat agar tak terbongkar ke media. Sebab, sebelumnya sudah sempat terbongkar adanya kecurangan yang dilakukan oleh mereka. Yakni, para anggota dewan yang tidak ikut melakukan tugas keluar daerah tapi mengambil jatah uang sakunya. Ini sama saja dengan penipuan. Anehnya tidak ada sanksi yang diberikan kepada mereka karena uang yang ditilap sudah dikembalikan. Bagaimana kalau kasus itu tidak ketahuan? Mungkin ya bablas angine.

Bahkan, para wartawan yang ngepos di gedung DPRD Banyuwangi merasakan suasana yang kurang kondusif akhir-akhir ini. Terutama setelah berita agenda kunker yang kelewat sering ini muncul di media, baik cetak maupun elektronik. Bahkan, beberapa pimpinan dewan menjadi alergi kepada wartawan alias tidak mau komentar saat ditanya tentang hasil kunjungannya. Karena akses di birokrasi kantor wakil rakyat ini dianggap semakin tertutup akhirnya para wartawan memboikot tidak mau datang ke press–room DPRD Banyuwangi sejak Jumat lalu. Itu info dari wartawan Koran ini yang ngepos di sana.

Selain itu, saya juga sangat kesulitan untuk bisa mengakses produk apa saja yang telah dihasilkan oleh para wakil rakyat kita. Ketika saya buka situs resmi DPRD Banyuwangi yang masih menjadi bagian situs resminya Pemkab Banyuwangi, semua isinya tidak ada yang baru. Dari empat berita yang tampil di halaman depan, semuanya berita basi tahun 2011. Itupun tiga diantaranya bukan berita tentang aktivitas DPRD Banyuwangi, tapi berita tentang DPR RI. Ini menunjukkan kalau mereka sangat tidak peduli dengan teknologi informasi, tidak terbuka dan tidak butuh media massa. Padahal, banyak rakyat yang ingin tahu kinerja para wakilnya yang telah dipilih pada pemilu.

Meski akses untuk mendapatkan informasi di dewan cukup sulit, saya masih bisa mendapatkan sedikit data yang bisa dikaitkan dengan prestasi kinerja mereka. Diantaranya, dalam data program legislasi daerah (prolegda) 2012, ada 26 rencana peraturan daerah (raperda) yang harus dibahas untuk disyahkan menjadi perda. Masing-masing 14 raperda yang diusulkan eksekutif dan 12 raperda inisiatif (usulan legislatif). Hingga pertengahan tahun ini yang sudah dibahas baru separuh raperda dari eksekutif saja. Sedangkan raperda inisitaif belum ada satupun yang dibahas.

Dari situ saja sudah bisa dilihat kinerja sebenarnya dari para wakil rakyat kita. Kenapa raperda dari eksekutif saja yang dibahas? Konon kabarnya karena selalu terkait dengan tambahan pendapatan. Sebab, setiap pengesahan raperda menjadi perda yang diusulkan oleh eksekutif biasanya selalu ada uang dok yang diterima anggota dewan. Sedang pengesahan raperda inisiatif menjadi perda belum tentu ada uang doknya. Padahal, pembahasan raperda itu memang sduah tugas dewan.

Kalau melihat kinerja wakilnya seperti ini, rakyat yang cerdas tentu akan mengkaji kembali dukungannya. Termasuk, akan mempertimbangkan lagi pilihannya dalam pemilu legislatif mendatang. Agar imej buruk itu tidak terus melebar, dewan harus lebih membuka diri. Memahami pentingnya manfaat teknologi informasi sebagai sarana untuk menyosialisasikan kinerjanya ke masyarakat luas. Termasuk, mengurangi kebiasaan-kebiasaan aji mumpung untuk mempertebal kantongnya.

Semoga, ke depan kinerja wakil rakyat kita bisa lebih baik dan selalu membawa kemaslahatan bagi rakyat Banyuwangi. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prostitusi Kota Santri

Wartawan Abal-Abal

Promosi di Media Berkelas