Kunker, Bimtek, Konsultasi, Studi Banding, atau Pelesir?
Oleh: A. Choliq Baya
Apa kaitannya
agenda keluar daerah dengan pelesir? Itu sekedar mengingatkan para wakil rakyat
yang terhormat agar program kunker, bimtek, konsultasi dan sejenisnya tidak
dibuat main-main atau disalahgunakan untuk tujuan tertentu. Sebab, tak jarang
agenda seperti di atas lebih banyak dimanfaatkan untuk pelesir. Termasuk, ada
juga yang berharap dari agenda itu selain bisa pelesir gratis juga untuk
menambah pendapatan. Mengingat, dari kunjungan keluar daerah itu banyak
fasilitas yang didapat. Mulai dari uang akomodasi, transportasi, uang makan,
uang saku dan beberapa komponen lain.
Mengenai
agenda pelesir eh kunker, kita berharap apa yang dilakukan oleh anggota DPRD
Banyuwangi tidak seperti yang dilakukan anggota DPR RI. Sebab, beberapa waktu
lalu agenda kunker atau studi banding DPR keluar negeri banyak mendapat sorotan
sinis dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan, beberapa agenda keluar negeri
akhirnya ada yang dibatalkan. Penolakan juga datang dari para mahasiswa
Indonesia yang kuliah di luar negeri. Mereka menganggap manfaat dari kunker ke
luar negeri sangat kecil, justru hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
Terlebih
lagi, setelah para anggota DPR yang tetap ngotot studi banding ke luar negeri
ternyata kepergok para mahasiswa sedang berbelanja di mall. Beberapa anggota rombongan
legislator diantaranya malah ada yang mengajak anggota keluarganya. Meski mereka
beralasan biaya keluarganya yang ikut keluar negeri menggunakan anggaran pribadi,
tetap saja kurang etis. Fakta ini menunjukkan kalau nuansa pelesir lebih
mendominasi dibandingkan agenda utamanya. Tentu ini sangat menyakiti hati
rakyat yang telah memilihnya agar bisa amanah dalam menjalankan tugas.
Bagaimana
dengan yang dilakukan oleh wakil rakyat Banyuwangi? Tak ada salahnya rakyat mempertanyakan
urgensi dan hasil yang didapat dari kunjungan keluar daerah. Pasalnya, selama
ini kita tidak pernah tahu atau hasilnya tidak pernah terekspos di media. Termasuk,
ngapain saja mereka di sana. Apakah
benar-benar murni melakukan tugas, bersenang-senang, pelesir, bisnis, atau
melakukan aktivitas lain? Segalanya bisa saja terjadi.
Kenapa saya
harus mengkritisi masalah ini? Sebenarnya, sudah lama masalah ‘’prestasi’’
kunker dan sejenisnya ini ingin saya tulis. Apalagi, beberapa kali fenomena
anggota dewan tugas keluar kota ini muncul di media massa. Hanya saja, saya
kesulitan untuk mendapatkan data-data yang lebih detail, di luar berita yang
sudah muncul di koran ini. Terutama terkait dengan apa saja fasilitas yang
diterima anggota dewan dan apa yang riil dilakukan di luar daerah. Termasuk
keterkaitan hasil kunker dengan kinerja yang dilakukan dewan.
Saya sudah
minta bantuan wartawan koran ini untuk mencarikan data-data pelengkap yang saya
inginkan. Tapi sampai sekarang tak kunjung dapat. Sepertinya, memang dikunci
rapat agar tak terbongkar ke media. Sebab, sebelumnya sudah sempat terbongkar
adanya kecurangan yang dilakukan oleh mereka. Yakni, para anggota dewan yang
tidak ikut melakukan tugas keluar daerah tapi mengambil jatah uang sakunya. Ini
sama saja dengan penipuan. Anehnya tidak ada sanksi yang diberikan kepada
mereka karena uang yang ditilap sudah
dikembalikan. Bagaimana kalau kasus itu tidak ketahuan? Mungkin ya bablas angine.
Bahkan, para wartawan
yang ngepos di gedung DPRD Banyuwangi
merasakan suasana yang kurang kondusif akhir-akhir ini. Terutama setelah berita
agenda kunker yang kelewat sering ini muncul di media, baik cetak maupun
elektronik. Bahkan, beberapa pimpinan dewan menjadi alergi kepada wartawan
alias tidak mau komentar saat ditanya tentang hasil kunjungannya. Karena akses
di birokrasi kantor wakil rakyat ini dianggap semakin tertutup akhirnya para
wartawan memboikot tidak mau datang ke press–room
DPRD Banyuwangi sejak Jumat lalu. Itu info dari wartawan Koran ini yang ngepos di sana.
Selain itu, saya
juga sangat kesulitan untuk bisa mengakses produk apa saja yang telah
dihasilkan oleh para wakil rakyat kita. Ketika saya buka situs resmi DPRD
Banyuwangi yang masih menjadi bagian situs resminya Pemkab Banyuwangi, semua
isinya tidak ada yang baru. Dari empat berita yang tampil di halaman depan,
semuanya berita basi tahun 2011. Itupun tiga diantaranya bukan berita tentang
aktivitas DPRD Banyuwangi, tapi berita tentang DPR RI. Ini menunjukkan kalau
mereka sangat tidak peduli dengan teknologi informasi, tidak terbuka dan tidak
butuh media massa. Padahal, banyak rakyat yang ingin tahu kinerja para wakilnya
yang telah dipilih pada pemilu.
Meski akses
untuk mendapatkan informasi di dewan cukup sulit, saya masih bisa mendapatkan
sedikit data yang bisa dikaitkan dengan prestasi kinerja mereka. Diantaranya,
dalam data program legislasi daerah (prolegda) 2012, ada 26 rencana peraturan
daerah (raperda) yang harus dibahas untuk disyahkan menjadi perda.
Masing-masing 14 raperda yang diusulkan eksekutif dan 12 raperda inisiatif
(usulan legislatif). Hingga pertengahan tahun ini yang sudah dibahas baru
separuh raperda dari eksekutif saja. Sedangkan raperda inisitaif belum ada
satupun yang dibahas.
Dari situ
saja sudah bisa dilihat kinerja sebenarnya dari para wakil rakyat kita. Kenapa
raperda dari eksekutif saja yang dibahas? Konon kabarnya karena selalu terkait
dengan tambahan pendapatan. Sebab, setiap pengesahan raperda menjadi perda yang
diusulkan oleh eksekutif biasanya selalu ada uang dok yang diterima anggota
dewan. Sedang pengesahan raperda inisiatif menjadi perda belum tentu ada uang
doknya. Padahal, pembahasan raperda itu memang sduah tugas dewan.
Kalau melihat
kinerja wakilnya seperti ini, rakyat yang cerdas tentu akan mengkaji kembali
dukungannya. Termasuk, akan mempertimbangkan lagi pilihannya dalam pemilu
legislatif mendatang. Agar imej buruk itu tidak terus melebar, dewan harus
lebih membuka diri. Memahami pentingnya manfaat teknologi informasi sebagai
sarana untuk menyosialisasikan kinerjanya ke masyarakat luas. Termasuk,
mengurangi kebiasaan-kebiasaan aji
mumpung untuk mempertebal kantongnya.
Semoga, ke depan kinerja wakil rakyat kita bisa
lebih baik dan selalu membawa kemaslahatan bagi rakyat Banyuwangi. (cho@jawapos.co.id)
Komentar