Nyanyian Merdu Negeri Kaya Raya
Oleh: A. Choliq Baya
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada ombak kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
SEBAIT untaian syair lagu
yang pernah dipopulerkan kelompok musik legendaris Koes Ploes di atas,
menggambarkan betapa suburnya tanah air kita. Seolah-olah kita tidak akan
pernah kekurangan bahan pangan. Sebab, sumber daya alam negara kita memang
cukup melimpah. Bahkan, hasil buminya tidak sekedar cukup untuk dinikmati oleh rakyat
Indonesia saja, tetapi sampai diekspor ke negara lain.
Gambaran
bumi Indonesia yang subur, damai dan rakyatnya akan hidup sejahtera juga
tercermin dalam pepatah Jawa ‘’gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta
raharja’’. Bahkan, karena begitu melimpahnya kekayaan yang dimiliki oleh
negara kita, sampai-sampai para pengelola negeri ini merelakan sumber daya alam
(SDA) kita ‘’dikuras’’ oleh negara lain. Itu semua dikarenakan orang-orang kita
‘’malas’’ mengelolanya atau sengaja menyerahkan ke negara lain karena ada
‘’sesuatunya’’ atau bisa juga karena ‘’kebodohan’’ sumber daya manusia (SDM) kita.
Wallahu ’alam bissawab.
Yang
jelas, salah satu kekayaan negeri ini juga tersimpan di Bumi Blambangan
Banyuwangi. Berdasarkan hasil riset majalah Warta
Ekonomi, Banyuwangi masuk peringkat daerah terkaya tahun 2012. Dari 491
kabupaten/kota di Indonesia yang diteliti, 50 daerah ditetapkan sebagai yang
terkaya. Dari jumlah itu, Banyuwangi menempati peringkat ke-11 sebagai daerah
paling kaya di Indonesia. Dari Jatim sendiri, hanya lima daerah yang berhasil
masuk dalam daftar kabupaten/kota terkaya. Selain Banyuwangi, ada Surabaya di
ranking dua, di bawah Kabupaten Kutai yang berada di urutan teratas. Malang
berada di peringkat 14, Sidoarjo 15 dan Sumenep 49.
Dalam
riset itu, ada beberapa variable yang dinilai, meliputi daya tarik investasi
(DTI), pendukung infrastruktur (PI), kualitas masyarakat (KM), dan ekonomi
daerah (ED). Masing-masing variable itu memiliki indeks sendiri. Indeks DTI
yang dimiliki Banyuwangi nilainya paling tinggi, yakni 3.750 dibandingkan
Kabupaten Kutai yang nilainya 3.000 dan Surabaya di angka 2.750. Sedangkan
Malang indeks DTI-nya 3.500 dan Sidoarjo 2.750. Berarti, Banyuwangi bisa
dikatakan sebagai daerah di Indonesia yang paling diminati investor.
Ini
agak berbeda dengan data yang dirilis Pemprov Jatim beberapa bulan lalu. Dimana
Banyuwangi dinyatakan sebagai daerah paling diminati investor di urutan ketiga
di antara 38 daerah di Jatim setelah Surabaya dan Sidoarjo. Padahal, tahun
lalu Banyuwangi menempati urutan 30. Luar biasa lonjakannya. Begitu pula dengan
realisasi investasi di daerah, juga mengalami kemajuan cukup pesat di banding
daerah lain di Jatim. Dari urutan 36 pada tahun lalu, sekarang naik ke
peringkat 7.
Dengan
data-data hasil riset di atas, berarti minat investor untuk menggelontor
uangnya di Banyuwangi sangat tinggi. Kenyataan ini tidak kita pungkiri,
mengingat beberapa dekade terakhir ini banyak investor yang berminat maupun
sudah masuk menanamkan modalnya di bumi berjuluk Sunrise of Java. Apalagi, Bupati Banyuwangi juga cukup aktif
berpromosi ataupun menawarkan daerahnya kepada para investor.
Dengan
potensi alam ‘’kaya raya’’ yang dimiliki Banyuwangi dan besarnya minat investor
yang datang untuk ‘’mengekplorasi’’ sekaligus menggerakkan perekonomian di
sini, harapan kita semua nantinya bisa semakin menyejahterakan rakyatnya.
Sebab, akan menjadi tidak berarti manakala kekayaan alam yang dimiliki Bumi
Blambangan hanya dibanggakan saja dan menjadi nyanyian merdu yang bisa meninabobokkan
pemerintah maupun rakyatnya.
Beberapa
langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk menggali segala potensi yang
dimiliki daerah ini perlu kita apresiasi. Terutama upayanya dalam menarik minat
para investor agar mempercepat penggalian segala potensi kekayaan yang ada di
sini. Sehingga, imbasnya bisa mempercepat pergerakan roda perekonomian di Banyuwangi
tercinta yang bisa membawa dampak bagi kesejahteraan warganya.
Karena
penggalian potensi kekayaan ini bisa membawa implikasi yang sangat besar bagi
kehidupan warga mendatang, maka semua pihak harus ikut peduli dan membantu
mendorongnya. Selain itu, pemerintah juga tidak boleh melakukan diskriminasi
terhadap investor. Misalnya, hanya investor bermodal besar dan dari luar daerah
yang diutamakan, sedang investor lokal bermodal kecil dianaktirikan. Ini tidak
boleh terjadi.
Kenapa
hal ini harus saya kemukakan? Sebab, beberapa investor lokal banyak yang
mengeluh dengan pelayanan yang diberikan pemerintah. Keluhan paling banyak dan
paling menyolok adalah sulitnya memperoleh izin dalam segala aspek. Di samping
yang juga banyak dikeluhkan, adanya permintaan ‘’uang siluman’’ alias biaya di
luar ketentuan oleh oknum aparat negara. Terutama yang ada di kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu (KPPT).
Keluhan
ini sebenarnya sudah cukup lama terjadi. Anehnya, kuantitasnya kian hari terus
meningkat, dan terus aman terkendali hingga sekarang. Rasanya sudah tak
terhitung lagi para pengusaha yang mengeluh ke saya saat mengurus atau
melengkapi dokumen perizinan untuk kegiatan usahanya. Baik menyampaikan secara
langsung, via SMS maupun keluhan yang diungkap di jejaring sosial facebook.
Ada
yang mengeluh untuk tinjau lapangan saja dimintai sampai puluhan juta. Begitu
pula pengurusan dokumen seperti SIUP, TDP, IPPT, dan beberapa perizinan yang
lain juga dikenai biaya. Padahal dalam peraturan daerah (Perda) tidak dikenai
biaya alias gratis, anehnya tetap saja dimintai ‘’uang siluman’’. Karena
sifatnya pungutan liar, tentu saja tanpa disertai kuitansi pembayaran. Dan,
kalau tidak diberi, tentu pelayanannya menjadi lama. Bahkan, banyak yang
khawatir tidak diproses.
Kalau
kondisi seperti ini terus dibiarkan, tentu akan mengganggu proses pengembangan
potensi kekayaan yang dimiliki Banyuwangi. Para pengusaha ataupun investor akan
tidak tertarik lagi untuk mengembangkan usahanya di Banyuwangi. Dampaknya,
tidak hanya pengusaha atau investor yang dirugikan, tapi rakyat Banyuwangi juga
tidak bisa menikmati kekayaan daerahnya.
Akhirnya, kekayaan yang dimiliki daerah ini
hanya menjadi cerita manis karena oknum-oknum abdi negara yang mendapat amanah berprilaku
brengsek. Semoga setelah ini Banyuwangi ada perubahan yang lebih baik. (cho@jawapos.co.id)
Komentar