Debat Cabup
ADA pepatah klasik, ‘’tak kenal maka tak sayang’’. Pepatah itu biasanya sering disampaikan pada sebuah acara perkenalan. Apakah itu memperkenalkan pimpinan baru, orang yang mulai menempati pos baru, produk baru atau program baru yang akan dipromosikan ke khalayak. Harapannya, orang, barang atau jasa yang diperkenalkan atau dipromosikan ini bisa cepat dikenal, diterima, dibeli, maupun didukung oleh semua pihak. Tentu khalayak akan bisa menerima, manakala tahu kualitas, kredibiltas, performance, akseptabilitas, potensi dan kegunaan dari barang, jasa atau orang baru itu.
Pepatah itu tentunya juga berlaku bagi para calon Bupati Banyuwangi yang akan ‘’bertarung’’ memperebutkan kursi kekuasaan pada 14 Juli 2010 mendatang. Juga calon Bupati Situbondo yang lebih dulu berpesta demokrasi pada 22 Juni 2010. Agar dipilih oleh rakyat, mereka harus dikenal. Selain dikenal secara fisik, tentunya rakyat ingin tahu potensi, kualitas dan kemampuannya dalam memimpin dan mengembangkan daerah di masa mendatang.
Sebagaimana kita ketahui bersama, KPU Situbondo sudah menetapkan lima pasang calon sebagai peserta pemilukada. Satu pasangan mendaftar melalui jalur independen, dan empat pasang calon diusung oleh partai. Kelima pasang calon itu adalah Hadariyanto – Basunondo, Herman – Junaidi, Wahyu TW – Samlawi Majid, Dadang Wigiarto – Rachmad, dan Sofwan Hadi – Sukarso.
Sedang untuk calon Bupati Banyuwangi, sekarang sedang memasuki proses verifikasi calon. Sesuai jadwal yang sudah ditetapkan KPU, rencananya pasangan yang lolos akan ditetapkan pada 14 Mei 2010. Ada dua pasang calon yang mendaftar lewat calur independen, keduanya dinyatakan gugur karena dukungan suaranya tidak memenuhi syarat. Sedang yang mendaftar lewat jalur partai ada lima pasang calon. Kelima pasangan itu adalah Abdullah Azwar Anas – Yusuf Widiyatmoko, Mulyono - Untung Harjito, Jalal – Yusuf Nuris, Emilia Contessa – Zainul Gazali, serta Ratna Ani Lestari – Pebdi Arisdiawan.
Apakah pasangan cabup – cawabup Situbondo maupun Banyuwangi di atas sudah dikenal oleh rakyat? Sebagian mungkin sudah ada yang mengenalnya. Terutama cabup dan cawabup dari incumbent. Juga cabup - cawabup yang sudah lebih awal bersosialisasi lewat alat peraga seperti baliho, poster dan iklan di media massa. Bagaimana dengan calon yang namanya muncul belakangan? Terlebih lagi bila kiprah ataupun aktivitas mereka selama ini tidak pernah dilakukan di daerahnya sendiri. Pasti rakyat merasa asing.
Selain itu, ‘’kenal’’ di sini bukan hanya sekedar diketahui tampangnya, profesi, kiprah, jabatan atau ciri-ciri fisik yang lain, tapi kenal secara ‘’utuh’’. Terutama yang paling penting --karena dia calon pemimpin-- harus diketahui pula visi, misi, program kerja, serta rencana kebijakan yang akan diambil dalam memimpin daerah lima tahun ke depan. Rakyat juga perlu tahu ide-ide brilian para calon pemimpinnya dalam merespon tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi pada masa mendatang. Termasuk kemampuan bekomunikasi, berinteraksi dengan berbagai kalangan, mengoordinasi dan mengatur jajarannya, serta kecakapan merespon dan memberi solusi yang cepat dan tepat terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Dari sini, masyarakat bisa tahu, mana calon bupati yang benar-benar berkualitas dan pantas untuk didukung memimpin daerah.
Agar eksistensinya lebih dikenal, maka calon harus membuka lebar-lebar aksesnya ke dunia luar. Dalam arti, harus pandai-pandai bersosialisasi, berinterakasi, gaul, merakyat dan tidak jaim. Semua itu bisa dilakukan secara langsung dengan warga masyarakat di berbagai kesempatan maupun berpromosi di media massa.
Selain itu, calon juga harus memiliki motivasi dan keberanian untuk beradu konsep, ketrampilan berkomunikasi dan ketangkasan dalam menyelesaikan permasalahan. Untuk menunjukkan kemampuan di atas, seorang calon tentu tidak akan menolak manakala diundang oleh kelompok manapun untuk ‘’diuji’’ visi misi maupun program-program yang akan dilakukan manakala dia terpilih menjadi bupati. Justru, ini merupakan kesempatan emas untuk mengaktualisasikan diri. Bahkan, motivasi dan keberanian dari sang calon ini akan diapresiasi secara positif oleh rakyat. Dampaknya, bisa juga memunculkan simpati dan berujung pada dukungan saat pemilukada nanti.
Salah satu wadah untuk ‘’menguji’’ kualitas calon diantaranya melalui acara Debat Cabup seperti yang akan digelar Radar Banyuwangi bersama Universitas 17 Agustus dan radio FIS FM di kampus Untag, besok. Karena tempatnya di kampus, maka kemasan dari acara ini tentu diharapkan bisa berlangsung sesuai dengan norma akademis.
Lewat acara debat ini para kandidat bupati bisa memaparkan visi misi, kebijakan atau pokok-pokok pikirannya yang lain. Termasuk kiat-kiatnya dalam memimpin daerah ke depan. Selanjutnya, wakil elemen masyarakat bisa mengkritisi dan memberi masukan. Termasuk antarkandidat cabup. Di sini terjadi proses dialog dan tukar pikiran yang diarahkan untuk kemajuan daerah di masa mendatang. Lewat dialog ini pula, masyarakat bisa mengenal secara dekat calon pemimpin mereka, termasuk komitmennya.
Tujuan lain dari digelarnya acara seperti ini, diharapkan bisa menumbuhkan partisipasi politik, sehingga bisa mengurangi angka golput. Di samping itu juga diharapkan bisa menjadi sarana pembelajaran politik, menciptakan suasana dialogis, kepedulian dan kebersamaan dalam membangun daerah menuju ke arah yang lebih baik.
Apalagi, sosialisasi Pemilukada Banyuwangi maupun Situbondo kepada masyarakat masih sangat jauh dari harapan. Termasuk sosialisasi pasangan cabup – cawabup beserta program-programnya, banyak masyarakat yang tidak tahu. Sebab, hingga kini saya belum melihat ada visi misi dan program cabup – cawabup yang terpampang secara gamblang di media massa maupun di baliho, brosur atau alat peraga lain yang bisa diketahui hampir sebagian besar warga masyarakat. Sehingga, banyak rakyat yang ’’buta’’ dengan program maupun arah kebijakan cabup – cawabup. Kalau ini yang terjadi, maka sama saja masyarakat diminta untuk memilih pemimpin seperti memilih kucing dalam karung. Semoga ini tidak terjadi. (cho@jawapos.co.id)
*) Radar Banyuwangi, 7 Mei 2010
Komentar