Waspadai Kelompok Oportunis

BUMI Blambangan Banyuwangi memiliki bupati dan wakil bupati baru, Abdullah Azwar Anas dan Yusuf Widyatmoko. Keduanya, kemarin dilantik Gubernur Jawa Timur untuk menjadi nakhoda baru menggantikan Ratna Ani Lestari dan Yusuf Nuris. Pelantikan yang digelar di Gedung DPRD Banyuwangi berlangsung cukup meriah karena undangan yang hadir sangat banyak. Mereka tidak hanya datang dari Banyuwangi, tapi banyak yang dari luar kota, termasuk dari beberapa daerah di Jatim dan ibu kota Jakarta.

Para undangan dengan wajah ceria tak lupa menyampaikan ucapan selamat kepada kedua pasangan yang akan bertahta mengendalikan tampuk pemerintahan di Kabupaten Banyuwangi. Mereka antara lain dari kalangan pejabat birokrat, legislator, militer, ulama, tokoh masyarakat, pengusaha, politisi, pengurus ormas, OKP, tim sukses, simpatisan, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, ucapan selamat atas dilantiknya bupati dan wakil bupati baru juga mengalir lewat iklan yang dipasang di media cetak maupun elektronik. Pokoknya, cukup meriah.

Namun, di balik meriahnya prosesi pelantikan dan banyaknya ucapan selamat yang diberikan berbagai pihak, saya yakin ada berjuta harapan yang terselip di benak rakyat Banyuwangi untuk pemimpin baru. Secara garis besar, harapan rakyat Banyuwangi itu bisa saya generalisir menjadi beberapa keinginan mendasar. Antara lain, ingin adanya perbaikan pelayanan dan kemajuan pembangunan di segala sektor, kondusivitas keamanan, dan peningkatan taraf kesejahteraan hidup. Termasuk juga, banyak rakyat yang menunggu realisasi dari janji ataupun program yang pernah disampaikan pasangan Anas dan Yusuf saat kampanye pemilukada lalu.

Selain harapan, juga terselip beberapa kekhawatiran akan terganggunya jalannya roda pemerintahan yang dikendalikan pasangan ini. Gangguan itu terutama dari kalangan internal yang dalam pemilukada lalu menjadi mesin penggerak kemenangan pasangan Dahsyat. Apalagi, kendaraan politik yang mengusung kedua pasangan ini cukup banyak dan tergolong partai besar yang di parlemen memiliki kursi cukup signifikan. Partai pengusung itu antara lain PDIP, PKB, Golkar, PKNU dan PKS. Belum lagi gangguan dalam birokrasi oleh orang-orang loyalis rezim sebelumnya yang keberadaannya sudah tidak digunakan lagi.

Memang, rasanya terlalu naif kalau pihak-pihak yang sebelumnya menjadi pendukung dan mesin penggerak kemenangan kemudian harus diwaspadai karena bakal mengganggu. Tapi, analisis ini tentu bukan sesuatu yang berlebihan ataupun terkesan dicari-cari. Sebab, beberapa kasus memang banyak terjadi di daerah lain, dimana para pendukung calon terpilih akhirnya bersebrangan dan menjadi lawan yang bisa mengancam eksistensi penguasa yang sebelumnya didukung pada saat maju dalam pemilukada.

Ini semua bisa terjadi bila ada sikap arogansi dari pihak-pihak yang merasa ikut andil dan berjasa dalam menyukseskan kemenangan pasangan ini kemudian meminta balas jasa secara berlebihan. Kalau itu yang terjadi, maka mereka termasuk golongan oportunis, yakni mencari peluang dan kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau kelompok tanpa berpegang pada prinsip yang berlaku. Ini bisa nyrimpeti (mengganggu) jalannya pemerintahan.

Memang, pasca diumumkannya kemenangan pasangan cabup oleh KPU maupun seusai agenda pelantikan bupati dan wakil bupati, banyak oportunis yang merapat ke bupati. Ada yang ingin setor muka, pamrih, sok peduli, cari perhatian, hingga maksud tersembunyi yang lain. Tentu saja maksud tersembunyi ini banyak ragamnya. Yang dari kalangan birokrat ingin agar karirnya di birokrasi bisa lebih meningkat. Yang sekarang menempati dinas ‘’kering’’ supaya bisa dipindah ke dinas ‘’basah’’, yang sudah ada di dinas ‘’basah’’ berharap bisa tetap dipertahankan.

Begitu pula yang dari kalangan politisi, tentu ada harapan agar partai yang telah mendukungnya juga tidak disia-siakan. Kalau bisa malah ada imbal balik politis juga. Baik menyangkut titipan penempatan personel di birokrasi, maupun yang berkaitan dengan perbaikan kantor sekretariat, dan deal-deal lain. Dari kalangan kontraktor atau rekanan yang selama ini banyak menggarap proyek-proyek pemerintah, biasanya juga tidak ketinggalan untuk setor muka. Dengan harapan bisa lebih akrab dan lebih mudah lagi memperoleh proyek dari pemerintah. Dan, masih banyak lagi elemen masyarakat lain yang merapat ke pusat kekuasaan dengan maksud tersembunyi yang berbeda-beda.

Kebiasaan seperti itu memang konsekuensi alamiah yang sudah lazim terjadi di Indonesia dan sulit untuk dihindari. Namun, tidak selayaknya kebiasaan seperti itu terus dipelihara karena akan berdampak buruk pada tatanan nilai yang sudah ada. Sebab, dari kebiasaan itu sama saja dengan menghidupkan kembali praktik KKN. Karenanya diperlukan sikap yang tegas, berani, serta bisa membuang jauh-jauh rasa ewuh pakewuh yang sering menghantui perasaan sang pejabat bila sudah bertemu dengan sahabat, rekan, keluarga atau orang-orang yang dianggap telah berjasa atas kemenangannya.

Demikian pula dengan pihak-pihak terkait yang telah membantu memenangkan pasangan ini hendaknya tetap menjaga kondusivitas dan kebersamaan serta tidak membebani pemimpin baru dengan hal-hal yang terkait program balas jasa. Apalagi sampai mendorong mengeluarkan kebijakan yang menjurus ke arah pelanggaran hukum. Sebab, hal ini bisa menghancurkan karir pemimpin baru sekaligus merusak tatanan yang sudah terbangun di daerah ini.

Langkah paling bijak adalah, mari bersama-sama menyatukan tekad untuk berkomitmen memajukan Banyuwangi sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang kita miliki. Mari kita dukung bersama program dan kebijakan pemerintah yang membawa kemaslahatan bagi rakyat Banyuwangi. Dan, kita juga tidak perlu takut untuk mengingatkan atau mengkritik manakala ada kebijakan yang menyimpang atau merugikan kepentingan masyarakat luas. Kita juga jangan segan-segan mendorong dan mengingatkan anggota dewan agar lebih berdaya dan tidak memble dalam melakukan kontrol terhadap sepak terjang eksekutif.

Selain itu, kita juga harus mendorong agar pemimpin baru ini lebih eksis, bermartabat, disegani, demokratis dan dicintai oleh rakyatnya. Termasuk, kebijakan-kebijakan yang ditelorkan juga membawa ke arah perbaikan, kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga, kehadiran bupati baru ini benar-benar bisa dirasakan keberadaan dan sumbangsihnya. Tidak justru membuat kondisi daerah ini surut ke belakang, mengalami kemunduran atau jalan di tempat.

Untuk mewujudkan ke arah yang lebih baik, tentu beban itu tidak semuanya bisa diserahkan kepada bupati. Jajaran terkait di birokrasi juga harus ikut mendukung bila ditunjuk menjadi leading sector. Termasuk, partisipasi dari masyarakat juga sangat diharapkan agar program pembangunan yang dicanangkan bisa secepatnya terealisasi. Kecuali, bila programnya merugikan masyarakat luas, maka harus dilawan dan diluruskan.

Akhirnya, kita semua berharap, nakhoda baru Bumi Blambangan ini bisa merealisasikan janji-janjinya sebagaimana yang telah disampaikan saat kampanye di hadapan rakyat. Sebab, janji itu membawa konsekuensi tidak hanya di dunia tapi juga harus dipertanggungjawabkan secara vertikal di akhirat. Pemimpin yang amanah, pasti tidak akan lupa dengan janjinya. Semoga, di bawah kepemimpinan bupati baru, Banyuwangi bisa berkembang lebih baik lagi. (cho@jawapos.co.id)

*) Radar Banyuwangi, 24 Oktober 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prostitusi Kota Santri

Wartawan Abal-Abal

Promosi di Media Berkelas