Booming Buah Durian


Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Oleh A. Choliq Baya

BAGI penggemar buah durian, kini saat yang tepat untuk memanjakan diri menikmati buah beraroma menyengat itu sepuas-puasnya. Selain banyak pilihan dan mudah didapatkan, harganya juga sangat murah meriah, terutama di Banyuwangi. Ya, pada bulan April dan Mei seperti sekarang ini, Banyuwangi benar-benar sedang booming durian. Di daerah lain, umumnya panen durian terjadi pada bulan November-Desember atau Januari-Februari.

Melimpah ruahnya hasil panen buah dengan kulit berduri tajam itu menyebabkan banyak pedagang durian dadakan yang menggelar dagangan di pingir jalan hingga ke pasar. Bahkan, banyak pula yang didistribusikan ke luar kota. Sebab, durian asal Banyuwangi sudah cukup dikenal. Salah satu daerah yang sering disebut-sebut sebagai asal durian paling enak adalah Songgon.

Ya, nama kecamatan di Banyuwangi itu memang sangat dikenal sebagai daerah penghasil buah bernama latin Durio zibethinus. Padahal, daerah penghasil durian di Banyuwangi tidak hanya Songgon. Ada banyak desa di beberapa kecamatan yang punya andil besar sebagai penyuplai buah unggulan daerah ini. Terutama, yang tersentral di Kecamatan Licin, Kalipuro, Kabat, dan Kalibaru.

Diperkirakan, luas lahan tanaman durian di Banyuwangi mencapai 16 ribu hektare. Hebatnya lagi, setiap pohon durian bisa menghasilkan sekitar 400-500 buah. Bisa dibayangkan kalau tanaman durian di Banyuwangi berbuah semua, kalau tidak dipasarkan ke luar kota, pasti bakal terjadi banjir durian he.. he.. he..

Apalagi, durian asal Bumi Blambangan cukup banyak varietasnya. Ada durian mentega, durian kasur, petruk, susu, montong, jenewer, kepondang, dan masih banyak lagi. Termasuk, varietas yang agak langka, yaitu durian merah (Durio graveolens) yang pohonnya hanya ada dua di Banyuwangi. Satu pohon dimiliki warga Desa Balak, Kecamatan Songgon, satu lagi milik warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.

Selain itu, durian asal Banyuwangi juga mempunyai cita rasa ‘’maknyus’’ dengan aroma yang cukup ‘’menggoda’’. Konon, cita rasa khas itu akibat pengaruh terpaan asap belerang kawah Gunung Ijen dan Gunung Raung. Terutama, durian yang dihasilkan dari tanaman di areal sekitar lereng kedua gunung itu.

Durian merah yang jadi komoditas unggulan Banyuwangi juga memiliki rasa manis legit dan warna yang eksotik. Durian merah yang juga dikenal dengan nama siwayut itu banyak diburu penggemar durian hingga dari luar kota. Terutama, dari kalangan pejabat dan pihak-pihak yang sudah tahu khasiat duren merah.

Bahkan, sebelum dipanen alias masih di atas pohon, siwayut sudah banyak diinden para penggemarnya. Sebab, durian ini sangat langka karena di Banyuwangi hanya ada dua pohon. Masing-masing pohon hanya menghasilkan sekitar 150 buah setiap panen dalam kurun waktu satu tahun. Selain itu, durian siwayut diyakini memiliki khasiat bisa menambah vitalitas kejantanan lelaki. Selain di Banyuwangi, durian merah juga tumbuh di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Melihat potensi komoditas durian yang demikian besar di Banyuwangi, seharusnya ada penanganan dan perlakuan lebih spesifik dari pemerintah. Khususnya dalam menjadikan komoditas ini menjadi produk unggulan daerah yang lebih ekonomis. Tidak hanya sekadar dijadikan kebanggaan dengan cara dipamerkan, dikonteskan, atau dijual lewat event pasar murah. Sebab, hal itu tidak bisa meningkatkan pendapatan petani durian secara signifikan.

Apalagi, dalam masa-masa booming seperti saat ini, harga durian terjun bebas. Sama dengan hasil tanaman agro lain, seperti tomat, cabe, bawang, jeruk, dan lain-lain yang harganya juga anjlok saat musim panen. Bahkan, terkadang petani terpaksa membiarkan begitu saja tanamannya yang siap panen karena biaya operasional lebih tinggi daripada hasil panen. Itu semua dikarenakan tidak ada penanganan dan regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah. Sehingga, harga hasil komoditas agro kita sering diombang-ambing para tengkulak yang cenderung merugikan petani.

Sebenarnya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk melindungi sekaligus memberdayakan para petani, mulai pembenihan, pembibitan, pemupukan, perawatan, hingga pemanenan, agar bisa menghasilkan produk berkualitas. Selain itu, pemerintah seharusnya juga bisa memfasilitasi pendistribusian hasil panen dan proteksi harga agar tidak jatuh. Apakah itu dengan cara membuat regulasi mengenai tata niaga distribusi, membuat pasar khusus agro dan hortikultura, mempertemukan langsung dengan para pengusaha besar seperti pengelola supermarket, pabrik, dan eksporter yang bisa membeli produk petani.

Yang juga tak kalah penting adalah pemerintah harus bisa menciptakan diversifikasi usaha hasil agro dan hortikultura. Misalnya saat panen durian, semua durian tidak dijual dalam bentuk mentah. Tetapi, bagaimana caranya durian itu juga bisa disulap menjadi aneka macam produk makanan olahan yang bisa tahan lama, misalnya dibuat dodol, selai, manisan, roti, permen, keripik, bakpia, eskrim, minuman, dan lain-lain, dengan bahan utama buah durian. Kemudian dikemas yang baik dan diberi label dengan tetap mengedepankan produk unggulan Banyuwangi.

Ada pelajaran yang bisa dicontoh dari negeri tetangga kita, Thailand, yang cukup dikenal dengan hasil agronya. Kebetulan tahun 2004 saya mendapat kesempatan mengikuti rombongan Pemkab Jombang berguru pertanian ke Thailand, di antaranya mengunjungi kebun buah Supatra Land di Provinsi Rayong dan pasar induk agro bisnis terbesar di Asia, Talaad Thai di Bangkok.

Di Supatra Land, kami bisa melihat budidaya aneka macam buah yang sebagian besar bisa panen meski tidak pada musimnya, mulai dari pembibitan hingga pendistribusian hasil panen. Di kebun buah milik pemerintah yang dikelola swasta itu, kami juga diperlihatkan cara pembuatan pupuk dari kotoran ayam yang diramu dengan beberapa bahan lain. Pupuk produk sendiri itu digunakan untuk memupuk tanaman dan budidaya ikan di kompleks perkebunan itu juga.

Selain itu, kami juga diajak keliling kebun menggunakan kereta kelinci untuk melihat aneka buah yang bergelantungan dan cukup menyegarkan dipandang mata. Ada buah naga, durian, anggur, manggis, rambutan, kecapi, jeruk, belimbing, jambu, alpukat, sawo, pepaya, markisa, dan lain-lain. Beberapa pegawai kebun juga terlihat tengah memanen buah. Selain dikirim ke pasar agro, supermarket, dan pabrik pengolahan, aneka buah itu juga dihidangkan kepada para wisatawan. Di situ kami bisa memilih buah dan bisa memakan sepuasnya, termasuk makanan dan minuman olahan dari sari buah.

Berkaca dari situ, ada proses keterpaduan mulai pembibitan tanaman hingga pendistribusian hasil panen. Model ini saya kira bisa dicontoh pemerintah terkait mengelola produk unggulan Banyuwangi. Selain durian, ada produk agro dan hortikultura unggulan lain yang bisa dikembangkan, seperti manggis, pisang, jeruk, cabe, kedelai, kopi, dan kakao. Tinggal kita menunggu adanya kemauan, keseriusan, dan upaya konkret pemerintah melalui dinas terkait untuk menyejahterakan kehidupan petani. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang