Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2008

Investor Politik

PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) di negara kita benar-benar tidak bisa lepas dari yang namanya uang. Bahkan, perputaran uang yang terjadi sangat besar. Nilai uang yang keluar dari kantong para calon maupun pihak yang ’’mensponsori’’ untuk merebut kursi kekuasaan, kalau ditotal jendral bisa mencapai triliunan rupiah. Mulai sang calon memburu kendaraan pengusung hingga detik-detik menjelang pelaksanaan pilkada digelar. Ditambah biaya penyelenggaraan pilkada yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para calon yang memilih lewat jalur partai sudah harus keluar duit mulai proses konvensi, rakercabsus, muskit, dan sejenisnya. Apalagi, bila calon itu bukan dari kader partai yang bersangkutan, biasanya kontribusi yang harus dikeluarkan jauh lebih besar. Termasuk untuk ngopeni (memelihara) para pengurus partai di tingkat ranting hingga pusat yang bisa membantu mengegolkan harapan dan kepentingan sang calon dalam menuju kursi kekuasaan. Demikian pula dengan calon yang memilih kendaraan

Derita Akibat Kebijakan

RAKYAT Indonesia terus-menerus dibuat ’’menderita’’ oleh kebijakan pemerintah pusat soal bahan bakar. Pekan lalu misalnya, pemerintah menaikkan lagi harga bahan bakar gas atau elpiji untuk masyarakat kelas menengah atas (pengguna tabung gas isi 12 kg ke atas). Elpiji 12 kg yang semula harganya Rp 63.000 per tabung, kini naik menjadi Rp 69.000. Elpiji 50 kg juga naik dari Rp 343.900 menjadi Rp 362.750 per tabung. Tapi, harga di pasaran bisa melambung melebihi harga di atas. Terkadang di beberapa daerah masih disertai dengan tidak tersedianya stok, hingga membuat konsumen kelimpungan. Kenaikan ini memicu beberapa pemakai tabung gas isi 12 kg beralih ke tabung gas isi 3 kg yang tidak mengalami kenaikan. Sebab, harga elpiji 3 kg disubsidi pemerintah dan diperuntukkan bagi kalangan warga tidak mampu. Karena tidak adanya pengawasan distribusi tabung elpiji 3 kg yang ketat, jatah elpiji untuk masyarakat tak mampu itu pun banyak yang diambil alih masyarakat kelas menengah. Sampai-sampai masyar

Politisi Koruptor

SEMAKIN hari jumlah politisi kita yang terjerat kasus hukum dengan sangkaan korupsi terus bertambah. Terutama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin getol menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi di negeri ini. Satu persatu pejabat negara ditangkap. Tak ketinggalan para wakil rakyat yang ada di Senayan juga diseret ke kursi panas untuk diadili. Bak bola salju, sangkaan korupsi itu terus menggelinding ke politisi lain, baik yang masih menjabat sebagai wakil rakyat, purna tugas maupun yang sudah menjadi pejabat sekelas menteri atau duta besar. Secara beruntun beberapa kasus korupsi yang melibatkan politisi berhasil dibongkar KPK. Mulai dari kasus Al-Amin Nasution, Bulyan Royan, Yusuf Feisal hingga Hamka Yandhu yang kini diamankan aparat hukum untuk diproses lebih lanjut. Dari beberapa kasus korupsi dengan tersangka beberapa politisi Senayan, yang paling memprihatinkan adalah kasus korupsi penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Selain nilai ua

Rangsangan Hotel

MENGGELAR rapat di hotel, rupanya sudah menjadi ketergantungan bagi anggota DPRD Kabupaten Mojokerto. Bahkan, para wakil rakyat periode 2004–2009 ini boleh dibilang telah menciptakan sejarah baru sebagai legislator yang paling sering menyelesaikan tugas-tugasnya di hotel. Nyatanya, sudah berkali-kali mereka menggelar rapat di hotel. Umumnya di Malang, Batu, Pandaan dan Tretes yang udaranya cukup sejuk dan ’’menyegarkan’’. Meskipun sudah berkali-kali rapat di hotel itu disorot oleh beberapa pihak, tapi mereka sama sekali tak peduli. Bahkan, terus mengulang dan mengulang lagi. Yang terakhir, lembaga penampung dan penyalur aspirasi rakyat itu kembali menggelar rapat di Hotel Regent Malang pada Juli 2008 kemarin. Tidak tanggung-tanggung, tiga panitia khusus (pansus) diboyong untuk menyelesaikan tugasnya di hotel. Masing-masing Pansus KUPA-PPAP (19–20 Juli), Pansus Raperda (29–30 Juli) dan Pansus Panlih Wabup (30–31 Juli). Biaya yang dikeluarkan untuk rapat tiga pansus di hotel Regent itu

Legawa Kalah

PESTA demokrasi pemilihan kepala daerah Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur baru saja berlalu. Meskipun hasilnya belum ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi pemenangnya sudah bisa ditebak. Untuk Pilbup Jombang, sudah hampir bisa dipastikan pasangan incumbent Suyanto – Widjono tampil sebagai pemenang mengalahkan pasangan Nyono – Halim dan pasangan Soeharto – Mudjib. Sedangkan untuk Pilgub Jatim kemungkinan besar akan terjadi dua putaran. Sebab, tidak ada pasangan cagub yang suaranya mencapai 30 persen. Sesuai aturan, dua pasangan cagub yang memperoleh suara tertinggi berhak maju mengikuti pilgub putaran kedua. Sementara, dua pasangan cagub yang diperkirakan akan bertarung kembali dalam putara kedua adalah Soekarwo – Saifullah Yusuf (KarSa) dan Khofifah – Mudjiono (Kaji). Sedangkan yang tidak lolos adalah, pasangan Sutjipto – Ridwan (SR), pasangan Soenarjo – Ali Maschan (Salam) dan pasangan Achmady – Suhartono (Achsan). Ada yang patut kita syukuri bersama

Polling Pilbup

DUA hari setelah munculnya polling Pasangan Favorit Cabup – Cawabup Jombang Pilihan Pembaca Radar Mojokerto, saya ditelepon seorang teman yang juga anggota KPU Jombang. Kepada saya dia menyampaikan adanya keberatan dari beberapa pihak lewat KPU mengenai polling itu. Sehari kemudian, juga muncul keberatan via SMS di rubrik Kotak Suara Radar Mojokerto. Isinya sama, keberatan dengan adanya polling. Alasannya, polling di Radar Mojokerto itu bisa memengaruhi opini warga. Saya merasa bersyukur bila program yang diluncurkan Radar Mojokerto mendapat perhatian dari khalayak. Apalagi, program ini juga dinilai bisa memengaruhi warga (pembaca) dalam menentukan pilihan dalam Pilbub Jombang 23 Juli mendatang hingga membuat beberapa pihak merasa cemas dan khawatir. Meski, mereka tidak menyampaikan lebih detail korelasi pengaruh polling dengan pilihan warga terhadap cabup – cawabup yang bertarung dalam pesta demokrasi memperebutkan kursi kekuasaan eksekutif. Respon kekhawatiran yang dinilai bisa meme

Abdi Negara

KEBERADAAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semakin proaktif dalam menjalankan tugasnya, ternyata tak menyurutkan para abdi negara menghentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Terbukti, tak sedikit abdi negara dari kalangan aparat penegak hukum, birokrat, hingga wakil rakyat yang sudah tertangkap basah KPK karena menerima uang hasil korupsi ataupun suap. Anehnya, masih ada saja abdi negara yang menyusul ditangkap KPK dengan kasus dan modus operandi yang hampir sama. Apakah ini suatu indikasi kalau para abdi negara kita tidak takut alias cuek bebek dengan gerakan proaktif yang dilakukan KPK? Logikanya, setelah beberapa pejabat –apakah itu dari kalangan eksekutif, legislatif maupun yudikatif– tertangkap basah KPK, seharusnya kasus KKN semakin menurun karena abdi negara lebih berhati-hati dalam bertindak. Tapi anehnya, KPK justru terus mendapatkan mangsa baru. Padahal, di luar kasus yang tidak terdeteksi atau tercium KPK, pasti jumlahnya jauh lebih banyak. Sungguh ini

Menggali Potensi Wisata

DI usianya yang genap 90 tahun pada 20 Juni 2008 kemarin, Kota Mojokerto di bawah kepemimpinan Abdul Gani Suhartono bertekad akan terus berbenah diri. Salah satu potensi yang sedang digali adalah mengembangkan pariwisata. Sedang program yang terkait dengan kinerja aparat pemerintah adalah meningkatkan pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan tema hari jadi ke-90, yaitu meningkatkan kebersamaan dan pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa tempat wisata yang sudah dibangun oleh pemkot, diantaranya tempat bermain anak-anak di alun-alun, pusat jajan dan olah raga di Jogging Track Mojokerto (JTM) di tepi sungai Brantas, hutan kota di Jl Raya Ijen dekat stadion dan kawasan olah raga sekaligus wisata keluarga di Jl Benteng Pancasila. Tempat lain yang dibangun dan dipersiapkan untuk obyek wisata adalah pembangunan kolam renang di Magersari dan rencana membangun wisata air di Kedungsari. Apa yang sudah ataupun sedang dalam persiapan pengembangan potensi wisata yang dilakuk