Memutus Mata Rantai Kemiskinan


Oleh: A. Choliq Baya

MEMASUKI tahun kedua masa pemerintahannya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sepertinya makin fokus pada program pengentasan dan pemberantasan kemiskinan. Tekad itu berulangkali diungkapkan bupati kepada khalayak di beberapa forum resmi maupun tidak resmi. Termasuk juga disampaikan kepada kalangan usahawan yang memungkinkan bisa diajak kerjasama untuk membantu mewujudkan programnya itu.

Program pengentasan kemiskinan ini sejatinya sudah dimulai sejak enam bulan setelah ia dilantik sebagai bupati atau sekitar bulan April 2011 lalu. Salah satunya program kredit usaha rakyat (KUR) dengan menggandeng bank plat merah, BRI. Teknisnya, rakyat kecil dari keluarga miskin bisa mengajukan kredit lunak tanpa agunan hingga Rp 20 juta untuk membuka atau membesarkan usahanya. Ternyata, program ini direspon cukup bagus oleh Mbok Tun, Mbok Na, Yu Yah, Yu Jah, dan lain-lain yang bisa dipakai sebagai tambahan modal usaha.

Keberhasilan program ini beberapa kali dipamerkan bupati kepada publik saat mendapat kesempatan berbicara di beberapa acara yang dihadirinya. Menurutnya, selain mendapat respon positif, program KUR juga berhasil mengangkat ekonomi rakyat hingga mendapat penghargaan dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri. Bahkan, dijadikan proyek percontohan nasional.

Terbukti, kredit yang berhasil diserap masyarakat hingga bulan September 2011 sudah mencapai Rp 73,7 miliar. Padahal, tahun sebelumnya hanya terserap Rp 20 miliar. Tak hanya itu, kredit macetnya juga kecil. Kredit yang bermasalah hanya 1,32 persen, padahal toleransinya 6 persen. Ini berarti, tingkat kepatuhan dan keberhasilan usaha dari warga tak mampu ini boleh dibilang cukup bagus. Harapan kita semua, program KUR bisa mengangkat pendapatan masyarakat kelas bawah.

Program pengentasan kemiskinan lainnya adalah kredit usaha peternakan sapi (KUPS) untuk kelompok peternak. Mereka mendapatkan kucuran kredit tanpa bunga selama dua tahun untuk pembelian sapi potong dan sapi perah. Setelah dua tahun, beban bunga kreditnya hanya lima persen per tahunnya. Sekitar dua bulan lalu sebanyak 897 ekor sapi potong telah digelontorkan kepada 21 kelompok peternak di Kalipuro senilai hampir Rp 12 miliar yang dikucurkan melalui Bank Jatim.

Selain itu, pemerintah juga sedang menyiapkan kedatangan sapi perah impor. Anggaran yang disiapkan dari pemerintah pusat juga cukup besar, konon kabarnya bisa mencapai Rp 1 triliun. Bahkan, perusahaan susu Nestle sudah menyatakan kesanggupannya untuk membeli susu dari hasil peternakan sapi perah ini.

Tak hanya itu, kotoran dan air kencing sapi juga sudah ada yang siap menampung untuk dijadikan bahan pupuk organik. Sehingga, semua yang terkait dengan program ini bernilai ekonomis dan sangat menguntungkan dan menyejahterakan peternak. Sayangnya, yang dapat kucuran KUPS ini tidak semuanya dari kalangan peternak ‘’kelas bawah’’ sehingga kurang pas dengan program pengentasan kemiskinan yang digagas Bupati Banyuwangi.

Program kemiskinan lainnya adalah pemberian bea siswa kepada anak cerdas berprestasi dari keluarga miskin agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Selain biaya pendidikannya ditanggung, mereka juga mendapat uang saku Rp 600 ribu per bulan. Karena anggarannya terbatas, maka jumlah yang mendapat bea siswa juga terbatas dan harus lolos diseleksi.

Kelompok lain yang juga mendapat kesempatan menikmati program kemiskinan adalah pedagang kaki lima (PKL). Para PKL di lokasi tertentu akan mendapatkan bantuan rombong atau tenda untuk usaha. Program kemiskinan untuk pelajar dan PKL ini akan direalisasikan tahun depan.

Satu lagi program pengentasan dan pemberantasan kemiskinan yang menurut saya cukup menarik dan patut diapresiasi adalah optimalisasi tiga pilar untuk pengembangan pembangunan di pedesaan. Masing-masing dari unsur pemerintah (kepala desa), polisi (polisi desa) dan TNI (babinsa). Sinergisitas tiga pilar di tingkat desa ini mungkin yang pertama di Indonesia, termasuk munculnya personel polisi desa. Fokus kegiatannya terutama membantu menangani masalah pengangguran, kemiskinan, keamanan, kesehatan dan pendidikan.

Bahkan, soal kemiskinan, pemerintah daerah memiliki program unggulan yang diproyeksikan dapat memutus mata rantai kemiskinan. Sebab, dari beberapa hasil penelitian dan kajian perguruan tinggi diketahui bahwa kemiskinan terjadi karena kelahiran yang tidak dipersiapkan. Karena tidak dipersiapkan, bayi yang dilahirkan tidak mendapatkan asupan gizi cukup, terutama dari kalangan keluarga kurang mampu.

Padahal, asupan gizi yang cukup sangat memengaruhi struktur otak bayi agar nantinya menjadi generasi yang cerdas dan produktif. Misalnya dengan memberi makanan dan susu yang memiliki kandungan gizi tinggi sejak anak masih dalam kandungan hingga berusia 8 tahun. Kebanyakan, pengetahuan seperti ini yang kurang dimiliki oleh keluarga di desa, lebih-lebih dari kalangan tidak mampu dan berpendidikan rendah.

Dengan lahirnya anak-anak yang kurang ‘’berkualitas’’ karena kelahirannya tidak dipersiapkan maupun karena kurangnya asupan gizi, tentu ke depan masih banyak generasi ‘’miskin’’. Untuk memutus mata rantai kemiskinan ini, pada tahun 2012 Pemkab Banyuwangi sudah mempersiapkan subsidi gizi bagi bayi maskin. Program ini harus tepat sasaran agar target pengentasan kemiskinan dapat tercapai. Penggeraknya adalah tiga pilar desa dengan dibantu oleh ibu-ibu yang aktif di posyandu dan PKK.

Sedang untuk mengatasi pengangguran yang masih menjadi bagian dari kemiskinan, tahun depan Pemkab Banyuwangi akan menggelar pelatihan wirausaha bagi 15 ribu pemuda yang tinggal di desa. Targetnya mengurangi angka pengangguran usia produktif. Dan, masih ada beberapa program lagi untuk mengurangi kemiskinan di Bumi Blambangan.

Untuk lebih fokus ke penanganan kemiskinan, kabarnya bupati juga memerintahkan jajarannya yang ada di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menyinergikan dan mendukung program kemiskinan ini. Sayangnya, saat para kepala SKPD diminta untuk mempresentasikan programnya itu beberapa diantaranya kurang menguasai persoalan. Hal ini yang mengkhawatirkan program pengentasan kemiskinan tak mampu dilakukan secara optimal.

Mengingat, sebagian besar program pengentasan kemiskinan ini banyak yang baru akan direalisasikan tahun depan, kita berharap bupati beserta jajarannya bisa konsisten. Artinya, jangan sampai program ini hanya sekedar lips service dan jajaran pendukungya tak paham visi serta tak bisa menjalankan maupun mengawal misi mulia ini secara optimal. Termasuk, dalam menggandeng DPRD untuk mendapatkan dukungan terkait pengalokasian dan persetujuan anggaran pendukungnya.

Kita berharap semua pihak bisa terlibat aktif dalam mencermati, mengawal sekaligus mengkritik program bertujuan mulia ini agar bisa terealisir dengan optimal. Semoga. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang