Menjual Banyuwangi di Pulau Dewata
Oleh: A. Choliq Baya
BERBAGAI upaya untuk mengenalkan sekaligus menjual
aneka potensi yang dimiliki bumi berjuluk The
Sunrise of Java terus dipacu. Kalau biasanya dilakukan melalui pameran,
mengirim delegasi seni budaya, menggelar even, menyebar brosur, pasang iklan di
media cetak, elektronik, internet serta dari mulut ke mulut, kini mulai berani
tampil agak beda. Pemkab Banyuwangi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar) berani jemput bola dengan menggelar Banyuwangi Gathering Night in Bali.
Even yang digelar pada Senin, 26 Maret 2012 lalu di
Paradise Plaza Hotel Sanur, Bali itu benar-benar cukup meriah dan tergolong
sukes. Pasalnya, dilihat dari antusias tamu undangan yang datang hampir tidak
menyisakan kursi kosong. Jumlahnyapun jauh lebih besar dari undangan serupa
yang biasanya digelar daerah lain di Bali. Dan itu diakui sendiri oleh pengurus
Association
of the Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA)
Bali. Misalnya dari 154 anggota ASITA Bali yang diundang, 150 diantaranya hadir.
Selain itu juga datang para pengusaha dan anggota
Ikawangi Dewata, perwakilan duta besar Inggris, Walikota Denpasar, Wakil Bupati
Badung, Kepala Disbudpar Provinsi Jatim dan anggota Forum Pimpinan Daerah
Banyuwangi. Trobosan model seperti ini baru pertama kali dilakukan dalam
sejarah Pemkab Banyuwangi. Meski, beberapa daerah lain sudah biasa bahkan rutin
menggelar even seperti ini di beberapa kota yang dianggap potensial untuk
dijadikan ‘’pasar dagangan’’. Tapi, Banyuwangi baru pertama kali melakukannya.
Berbagai potensi yang dimiliki Banyuwangi dikenalkan
dan dipasarkan kepada para undangan yang sebagian besar didominasi oleh para
pelaku wisata dan pengusaha. Yang bertindak selaku sales promotion Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sendiri.
Mantan anggota DPR RI ini terlihat cukup lugas dan menguasai dalam
mempromosikan daerahnya agar para travel
agent ikut menjual Banyuwangi ke para wisatawan domestik maupun
mancanegara. Termasuk memancing agar para investor juga tertarik berinvestasi
di Banyuwangi.
Aneka upaya dan keberhasilan yang telah dilakukan
Pemkab Banyuwangi pun ditebar dengan penuh semangat. Mulai dari keamanan
berinvestasi dan realisasi investasi yang pada triwulan pertama tahun ini
menyodok ke urutan 3 dari urutan ke 31 pada tahun sebelumnya sebagai daerah di
Jatim yang paling diminati investor. Juga memaparkan indeks pembangunan manusia
dimana daya beli masyarakat semakin tinggi, dan pertumbuhan ekonomi Banyuwangi
yang terus meningkat.
Beberapa investor yang sudah masuk maupun yang siap
menanamkan modalnya juga disebut satu persatu. Mulai dari pabrik pengepakan
semen Gresik yang sudah jadi, pabrik semen Bosowa di Ketapang, serta pembangunan
kawasan industri di Wongsorejo seluas hampir 600 hektare. Ada pula tiga
investor yang akan membangun sekolah penerbangan, satu diantaranya kini sudah
memulai membangun konstruksinya di Rogojampi. Termasuk, rencana masuknya
investor yang akan membangun hotel berbintang, pabrik perakitan mobil dan kilang
minyak dari investor Arab Saudi.
Mendengar harga tanah untuk kawasan industri yang
cukup murah, yakni Rp 9.500 per meter, beberapa pengusaha berminat investasi di
Banyuwangi. Ada yang disampaikan langsung di forum Tanya jawab, ada juga yang
disampaikan sesusai acara. Salah satunya wakil Bupati Badung yang tertarik
untuk membangun hotel di Banyuwangi. Ia butuh tanah sekitar 10 hektare, ia pun
berharap dapat harga tanah murah.
Selain itu, tak lupa Anas juga mempromosikan
tempat-tempat wisata andalan yang ada di Banyuwangi, termasuk seni budayanya
dengan didukung foto-foto nan cantik. Berdasarkan rencana pengembangan
pariwisata Banyuwangi, obyek wisata dikelompokkan menjadi tiga, dimana
masing-masing wilayah ada obyek wisata andalannya. Obyek wisata andalan di
masing-masing wilayah selama ini sudah sangat dikenal dengan sebutan The Diamond Triangle (segitiga berlian).
Masing-masing wilayah I, dengan wisata andalan Kawah
Ijen yang cukup eksotik. Tempat wisata lainnya dalam kawasan ini diantaranya: Pantai
Banyuwangi, Pulau Santen, Pantai Cacalan dan Bulusan, Pantai
Kampe,
Pulau Tabuhan, Pantai Blimbingsari, Air Terjun Selogiri, Air Terjun Antogan, Air Terjun Kalongan, Air Terjun Lider, Wana
Wisata Watudodol, Wana Wisata Rowobayu, Agro Kaliklatak, Pemandian Taman
Suruh,
Desa Wisata Using Kemirien dan sekitarnya.
Kemudian wilayah II, tempat wisata andalannya Pantai
Plengkung dengan ombaknya yang sangat tinggi dan panjang, cukup bagus untuk surfing. Tempat wisata lain yang masuk
wilayah ini masing-masing Pantai Trianggulasi, Pantai Pancur, Pantai
Muncar, Pantai Sembulungan, Pantai Segoro Anakan, Grajagan, Pantai Bedul, Pantai
Ngagelan (Penangkaran Penyu), dan Taman Nasional Alas Purwo.
Sedang wilayah III, tempat wisata yang diandalkan
adalah Pantai Sukamade yang memiliki penangkaran penyu. Tempat wisata lain yang
diharapkan bisa mendukung di wilayah ini, masing-masing Pantai
Lampon, Pantai Pulau Merah, Pantai Pancer, Pantai
Rajegwesi, Teluk Hijau, wisata Agro Kalibaru, wisata Agro Glenmore, dan Taman Nasional
Meru Betiri.
Meski begitu banyak obyek wisata yang diharapkan bisa
mendongkrak pariwisata Banyuwangi, dalam waktu dekat saya tidak terlalu yakin
bisa meningkatkan kunjungan wisata secara signifikan. Salah satu penghambatnya
adalah masalah infrastruktur yang amburadul meski beberapa diantaranya dijamin
akan diperbaiki tahun ini. Misalnya jalan menuju ke Kawah Ijen tahun ini sudah
dianggarkan pembangunannya satu paket dengan toilet berstandar internasional di
Paltuding senilai Rp 5 miliar.
Sementara akses menuju Pantai Plengkung dan Pantai
Sukamade baru sebagian aksesnya yang diperbaiki. Itupun masih jauh dari lokasi
obyek wisatanya yang berada di kawasan Taman Nasional. Padahal, untuk
memperbaiki jalan di sana harus ada izin dari Taman Nasional Alas Purwo dan
Meru Betiri. Meski sudah beberapa kali disinggung harus ada koordinasi dengan
pengelola Taman Nasional, tapi tampaknya hingga kini tak ada kemajuan
signifikan. Saya tidak melihat adanya perhatian serius dari Pemkab Banyuwangi
maupun Kementerian Kehutanan yang membawahi Taman Nasional dalam memecahkan
masalah ini.
Tentu hal ini bisa menjadi bumerang kalau tidak
secepatnya dituntaskan. Apalagi, dalam forum gathering itu ada anggota ASITA yang mempertanyakan masalah
rusaknya infrastruktur menuju ke lokasi wisata segitiga berlian. Sebab, setahun
lalu mereka pernah ikut Family Trip
yang digelar Dipbudpar Banyuwangi mengunjungi beberapa lokasi wisata andalan
itu. Termasuk, koordinasi antarinstansi atau SKPD terkait di lingkungan Pemkab
Banyuwangi sendiri juga perlu ditingkatkan agar saling mendukung demi
terwujudnya peningkatan program pariwisata. Terutama SKPD terkait seperti Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Perhubungan, DPU Bina Marga, DPU Cipta Karya,
Dinas Pendapatan Daerah, Disbudpar dan lain sebagainya. Saya kira pekerjaan
berat yang harus dituntaskan menyangkut infrastruktur masih cukup banyak.
Terkait dengan acara gathering-nya sendiri, meski cukup meriah namun masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki. Diantaranya nuansanya masih kurang terkesan
Banyuwangi minded. Terutama terkait
dengan pertunjukan kesenian, jajanan dan makanan khas asal Banyuwangi yang
masih minim. Termasuk visualisasi seni budaya dan segala yang khas tentang
Banyuwangi dengan tayangan yang lebih hidup juga tidak ada. Seharusnya obyek
seperti ini harus ditampilkan sesering mungkin. Justru, visualisasi promosi
hotel dengan tayangan ‘’apa adanya’’ dan monoton, tidak menunjukkan sesuatu yang
berkelas, sangat disayangkan. Apalagi durasinya lumayan lama.
Semoga, tahun depan agenda seperti ini bisa
berlangsung lebih baik lagi. Apalagi kalau sarana dan prasarana pendukung
menuju atau di lokasi wisata sudah memadai, saya yakin para travel agency akan ikut menjual obyek
wisata di Banyuwangi. Dengan begitu Banyuwangi semakin dikenal dunia
internasional dan banyak uang wisatawan yang dibelanjakan di sini. (cho@jawapos.co.id)
Komentar