Promosi Tahun Kunjungan Wisata


Oleh: A. Choliq Baya

PROVINSI Jawa Timur (Jatim) mencanangkan tahun 2011 ini sebagai tahun kunjungan wisata. Program dan semangat ini tentu juga harus didukung dan diikuti oleh kabupaten dan kota yang ada di provinsi ini. Termasuk Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi yang dikenal memiliki potensi wisata alam dan seni budaya cukup beragam. Apalagi beberapa potensi wisata itu berkelas internasional karena sering dikunjungi para turis mancanegara. Seperti cagar alam Gunung Ijen, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, Alas Purwo, Alas Baluran, Pasir Putih, perkebunan dan lain sebagainya.

Program pencanangan sebagai tahun kunjungan wisata ini hendaknya tidak hanya menjadi slogan semata, tapi harus benar-benar dimaksimalkan. Baik menyangkut promosi untuk menarik para wisatawan, kejelasan agenda event yang bisa dijual sebagai obyek wisata maupun perbaikan sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan obyek wisata. Tanpa ada promosi yang gencar dan perbaikan sarana prasarana, keberadaan obyek wisata yang bagus nan eksotik yang kita miliki pasti tak akan dilirik para wisatawan.

Meski data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan wisatawan mancanegara yang datang ke Jatim tahun 2010 meningkat 8,49 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, tapi prestasinya masih di bawah Bali, Jakarta, Jogja, Jabar dan Sumatera Barat. Minimnya promosi internasional serta buruknya akses dan sarana pariwisata, menjadi salah satu alasan kurang maksimalnya Jatim bisa menggaet wisatawan mancanegara. Padahal, Jatim memiliki koleksi aneka obyek wisata yang cukup komplet. Mulai wisata heritage, seni budaya, alam, pantai dan laut, hingga aneka hiburan lainnya. Menurut DPP Asosiasi Pengusaha Tour & Travel Indonesia (Asita), kinerja dunia pariwisata Jatim 2010 masih jauh dari memuaskan (Jawa Pos Rabu, 12/01/2011).

Kondisi yang sama, saya kira tak jauh berbeda dengan yang terjadi di wilayah Situbondo maupun Banyuwangi. Minimnya promosi serta buruknya akses dan sarana pariwisata tetap menjadi rapor merah yang perlu dapat perhatian utama dari pemerintah. Khusus untuk Pemkab Banyuwangi yang kini sudah memiliki akses bandara dan operator penerbangan, hendaknya lebih serius lagi dalam mengelola segala aspek yang terkait dengan pariwisata. Pemkab Banyuwangi harus benar-benar all-out dalam melangkah: berpromosi, memperbaiki jaringan, akses sarana prasarana sekaligus obyek wisatanya.

Saya mengamati, ada beberapa langkah yang sudah mulai dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi terkait dengan promosi. Diantaranya dengan mencetak brosur berisi kalender wisata 2011, peta Banyuwangi, seni budaya khas Banyuwangi dan tempat wisata alam di Banyuwangi. Brosur itu saya dapatkan dari balik tempat duduk yang ada di pesawat Grand Caravan Sky Aviation saat penerbangan dari Banyuwangi ke Surabaya sekitar seminggu lalu. Kondisi brosurnya benar-benar masih gres alias baru dicetak. Ini merupakan salah satu langkah yang lumayan bagus. Meski, hingga kini saya belum tahu, brosur berisi promosi pariwisata itu diedarkan dimana saja.

Akan lebih mengenai sasaran manakala brosur itu juga beredar di tempat-tempat strategis seperti bandara, stasiun, terminal bus, pelabuhan, hotel-hotel, tempat penjualan souvenir dan tempat-tempat wisata. Meski, saat saya amati, brosur berisi peta Banyuwangi itu masih kurang sempurna. Sebab, dalam peta kota Banyuwangi itu, bagian utara atau wilayah Klatak, Bulusan, Ketapang, Watudodol dan Bangsring yang di dalamnya ada banyak hotel, rumah makan, terminal bus, stasiun kereta api dan pelabuhan Ketapang, justru tidak tercantum. Batas peta yang tampak dalam brosur hanya sampai pabrik kapal PT Lundin yang berada di Lingkungan Sukowidi.

Padahal, lokasi itu sangat penting artinya bagi para wisatawan untuk mendapatkan tempat menginap, mencicipi kuliner, memanfaatkan transportasi umum dan jalan menyebrang ke Pulau Dewata yang memang banyak menjadi jujukan utama pelesir. Karena wilayah di atas masuk dalam bagian penting terkait dengan kepariwisataan di Banyuwangi, tentunya Dinas Pariwisata juga harus tanggap dan secepatnya merevisi kekurangan-kekurangan yang ada. Jangan sampai wisatawan yang ‘’buta’’ dengan peta atau informasi Banyuwangi dibiarkan bingung ataupun kelabakan. Itu berarti, kita tidak bisa menjadi tuan rumah yang baik bagi para tamu kita yang datang membelanjakan uangnya di sini.

Selain itu, bentuk promosi pariwisata lainnya seperti lewat media cetak maupun elektronik juga belum tampak dan belum dilakukan secara optimal, terutama di media yang bisa dinikmati orang di luar Banyuwangi. Salah satu penyebabnya, pihak terkait kurang proaktif menawarkan tempat-tempat wisata andalannya. Terutama kepada penerbit-penerbit media massa ataupun televisi-televisi yang punya program acara terkait pariwisata. Misalnya melakukan pendekatan ke media massa yang dikelola operator penerbangan, operator seluler, pengelola kereta api, kapal penumpang, perhotelan, biro travel, majalah pariwisata, website pariwisata, dan lain sebagainya.

Wadah lain yang bisa dijadikan sarana untuk berpromosi pariwisata adalah internet. Apa yang dilakukan Pemkab Banyuwangi dalam mengenalkan pariwisata via dunia maya hingga kini masih sangat kurang meski sudah dibantu oleh beberapa blog ciptaan warga Banyuwangi. Selama ini informasi tempat wisata dan agenda wisata hanya masuk di situs resmi Pemkab Banyuwangi. Isinyapun kurang maksimal dan jarang di-update. Termasuk, dalam membangun kerjasama pemasangan link-nya dengan pihak lain juga masih sangat kurang.

Coba simak content ‘’pariwisata’’ di situs resmi Pemkab Banyuwangi yang beralamat di www.banyuwangikab.go.id. Isinya dari tahun sebelumnya hampir tidak ada perubahan yang berarti. Bahkan kalender wisata yang ditampilkan masih belum diganti alias masih terisi tahun 2010. Kalau kita buka lagi soal info ‘’kuliner khas dan jajanan’’, isinya ternyata juga kosong melompong. Terus kalau orang dari luar Banyuwangi ingin mencari atau menikmati rujak soto, nasi tempong, pecel rawon, bagiak, selai pisang, krupuk cumi, dan lain-lain yang merupakan kuliner khas Banyuwangi, harus cari referensi kemana? Kelihatannya sepele, tapi dalam era informasi sekarang, hal ini menjadi sangat penting dan berarti.

Bentuk promosi wisata lainnya yang makin diseriusi oleh pemkab dan diharapkan bisa jadi pengungkit kedatangan turis ke Bumi Blambangan adalah Festival Kuwung Banyuwangi (FKB). Agenda tahunan yang mempersembahkan kekayaan seni budaya dan sejarah ini biasanya digelar sebagai acara puncak dalam rangka memeriahkan hari jadi Banyuwangi (Harjaba). Tahun-tahun sebelumnya bernama Pelangi Budaya. Sejak eranya Bupati Abdullah Azwar Anas namanya diganti menjadi FKB.

Pelaksanaan FKB di akhir tahun 2010 kemarin memang lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi lokasinya juga ditempatkan di dalam kota melewati jalan protokol sehingga penontonnya pun membludak. Termasuk, peserta FKB dari luar Kabupaten Banyuwangi juga bertambah banyak. Atraksi yang ditampilkan pun cukup bervariasi. Mulai dari budaya adat (tradisi) seperti Kebo-keboan, geredoan, Petik laut, Suroan, Seblang Enom, Seblang Tuwek, Barong Ider Bumi, Puter Kayun, hingga Sapar-saparan. Selain itu, juga ditampilkan kesenian khas Banyuwangi, seperti Gandrung, Barong, Janger, Kuntulan, Angklung, Reog, Patrol Masal dan Hadrah Ishari.

Pertunjukan parade seni budaya khas daerah itu juga dipadu dengan penampilan fragmen, sendratari dan teater yang menggambarkan sejarah lahirnya Banyuwangi. Mulai dari diangkatnya Mas Snepo Handoyo Kusumo selaku putra mahkota sebagai Raja Kedawung pada tahun 1655 menggantikan ayahnya Prabu Tanpo Uno hingga pindahnya pusat pemerintahan dari Kutalateng ke Banyuwangi pada 1774 dengan mengangkat Mas Alit sebagai Bupati Banyuwangi pertama. Dalam FKB itu juga digambarkan kondisi Blambangan pada episode Keraton Kedawung (1596-1659), Blambangan episode pergolakan di Kutalateng (1763-1771), Blambangan episode perlawanan rakyat Bayu (1771), Blambangan episode Angkatan Laut Nusa Barong (1773) dan Blambangan episode perpindahan pusat pemerintahan dari Kutalateng ke Banyuwangi (1773-1774).

Sayangnya, persembahan kolosol seni budaya khas Banyuwangi dan beberapa daerah di Jatim itu tidak diimbangi dengan promosi ataupun kerjasama dengan jaringan-jaringan pelaku sekaligus penggerak pariwisata. Sehingga, tidak terlihat rombongan turis ataupun wakil dari travel biro yang biasanya menangani paket perjalanan wisatawan hadir di situ. Ke depan, hendaknya hal ini menjadi evaluasi penting, agar potensi wisata yang dimiliki Banyuwangi dan sedang di-blow-up ke publik itu bisa dinikmati para wisatawan. Selanjutnya, agenda tahunan ini bisa menarik wisatawan untuk datang ke Banyuwangi.

Ingat, Banyuwangi kini sudah mempunyai bandara, juga pelabuhan laut yang berhimpitan dengan Pulau Dewata. Ditambah lagi dengan kekayaan akan potensi wisata seni, budaya, alam dan laut, semua itu merupakan modal cemerlang menjadikan Bumi Blambangan sebagai tujuan wisata yang menjanjikan. Semoga pihak-pihak terkait mampu menangkap, mengelola dan mengembangkan potensi ini dengan baik. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang