Seni Budaya Lestari, Dongkrak Pariwisata


Oleh: A. Choliq Baya

MALAM minggu lalu saya menyempatkan diri memenuhi undangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disparbud) untuk menonton pagelaran seni di Taman Blambangan. Lokasi pentas seni budaya ini merupakan arena baru, satu paket dengan renovasi Taman Blambangan. Lokasinya bertolak belakang dengan Gelanggang Seni dan Budaya (Gesibu) tapi saling terhubung. Kedua arena itu sama-sama bisa dimanfaatkan untuk pagelaran seni budaya. Yang di Gesibu kesannya lebih eksklusif karena berada dalam areal tertutup yang dilengkapi dengan tempat duduk dan berpagar, sedang yang di Taman Blambangan lebih terbuka dan mudah diakses.

Pentas seni budaya di Taman Blambangan pekan kemarin merupakan agenda seni budaya perdana di arena baru itu. Tujuannya, agar publik tahu kalau di Taman Blambangan kini sudah ada arena untuk pentas seni budaya yang bisa dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat luas. Pagelaran seni malam itu, juga dimaksudkan untuk menghidupkan kembali pentas seni di Gesibu setelah sekian tahun vakum dari rutinitas. Dulu, setiap malam bulan purnama, selalu rutin ada pagelaran seni dan budaya di Gesibu. Tapi, dalam kurun waktu beberapa tahun ke belakang pagelaran seni di tempat itu menghilang. Menurut beberapa sumber, salah satu penyebabnya karena anggaran Disbudpar pada era pemerintahan sebelumnya dipatok cukup minim.

Padahal, kita semua tahu, bahwa bumi berjuluk the sunrise of Java ini memiliki seni budaya yang sangat kaya dan beragam. Potensinya sangat luar biasa dan mengagumkan. Buktinya, banyak sanggar seni yang masih eksis. Begitu pula dengan keberadaan seni budaya atau tradisi yang masih berjalan di masyarakat juga cukup kuat. Orang dari luar Banyuwangi pun banyak yang kagum. Rasanya ‘’zalim’’ kalau kita sampai menelantarkan potensi seni budaya yang ada di Banyuwangi. Apalagi, tidak memberi tempat kepada pegiat seni dan budaya untuk berekspresi dan berkreasi.

Karena itu, ketika beberapa ruang terbuka hijau yang ada di kota ini dipermak menjadi lebih indah, lebih mengakomodasi kepentingan publik untuk sarana olah raga, refreshing dan hiburan, kita patut mensyukurinya. Apalagi, juga ada yang ditambah dengan sarana yang bisa dipakai untuk aktivitas seni dan budaya, tentu sangat klop dengan potensi yang dimiliki kota Gandrung. Dan, saatnya para pegiat seni budaya serta pihak-pihak yang terkait dengan itu bisa memanfaatkan sebaik-baiknya fasilitas yang ada.

Saat digelar pentas seni budaya di Taman Blambangan malam minggu lalu, antusias publik yang menonton acara itu sangat banyak. Padahal, pagelaran di pentas yang baru selesai dibangun akhir tahun kemarin tanpa ada woro-woro sebelumnya. Ini menunjukkan kalau warga Banyuwangi masih haus hiburan. Apalagi, untuk menonton pentas seni itu tanpa dipungut biaya alias gratis. Selain menghibur, agenda tersebut juga bisa dijadikan wahana untuk melestarikan seni budaya Banyuwangi.

Saya sendiri sebenarnya sangat jarang menonton pentas seni budaya, tapi karena malam itu kebetulan diundang dan ada waktu longgar, termasuk ingin tahu arena seni budaya yang baru dibangun, akhirnya menyempatkan diri untuk datang. Apalagi, saya masih sangat awam dengan aneka ragam seni budaya yang berkembang di sini. Harapan saya, dari pagelaran itu juga bisa menambah wawasan dan pengetahuan baru seputar seni budaya setempat. Ternyata, pertunjukannya sangat surprise.

Malam itu saya benar-benar merasa terhibur dan apresiatif dengan penampilan para guru yang tergabung dalam Paguyuban Guru Seni Tari Banyuwangi. Mereka tidak hanya menampilkan tari-tarian khas Banyuwangi seperti tari padang bulan yang menggambarkan kehidupan muda-mudi, tapi mereka juga bisa menjadi sinden, wiyogo, penyanyi dan penyair. Kemasan fragmentasi tari dengan pesan-pesan promosi wisata daerah yang disuguhkan secara jenaka benar-benar sangat menghibur.

Terlebih lagi ketika trio pelawak Palaba yang terdiri dari Bleter, Bedor dan Kepik tampil di panggung. Suasana kocak dan ger-geran tawa pengunjung seolah tiada pernah berhenti. Penampilan pelawak lokal ini benar-benar tak kalah lucu dibanding dengan artis-artis Opera Van Java (OVJ) yang tiap hari tayang di salah satu stasiun televisi. Apalagi, para pelawak lokal ini banyak membawa misi pelestarian seni budaya Banyuwangi. Bahkan, tak jarang mereka juga mengusung pesan-pesan dakwah yang isinya cukup menyejukkan hati para penonton.

Misi pagelaran seni budaya yang diprakarsai Disbudpar Pemkab Banyuwangi ini seharusnya tidak hanya dinikmati oleh masyarakat umum, tetapi juga bisa dijual ke biro perjalanan wisata. Apalagi, beberapa hari lalu Disbudpar sudah memasang iklan kalender wisata Banyuwangi hingga bulan Juni 2012 di media massa. Termasuk di dalamnya ada agenda pagelaran seni di Taman Blambangan yang bakal digelar dua kali setiap bulannya. Masing-masing pada 25 Februari pagelaran bertema Aktualisasi Seni Kuntulan Carok; 10 Maret (Aktualisasi Lagu Daerah dan Keroncong); 24 Maret (Festival Karya Tari); 14 April (Aktualisasi Gandrung Terop/Profesional); 28 April (Aktualisasi Barong Carok); 26 Mei (Aktualisasi Seni Silat Tradisi, Teater, Burdah, dan lain-lain); 9 Juni (Aktualisasi Angklung Carok) dan 30 Juni (Aktualisasi Campursari Aljin). 

Kalender pagelaran seni budaya yang sudah terprogram di atas, tinggal dikomunikasikan dengan beberapa pihak seperti anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), biro perjalanan wisata, organisasi pemandu wisata, baik yang ada di dalam maupun di luar Banyuwangi. Termasuk, juga memasang kalender wisata itu di situs wisatanya Pemkab maupun Disbudpar Banyuwangi. Sebab, hingga kini kalender pagelaran wisata di Taman Blambangan ini belum masuk dalam website.

Seharusnya, orang-orang Disparbud juga lebih aktif menyosialisasikan kalender wisata ke luar daerah bekerjasama dengan para pengelola wisata. Misalnya menitipkan kalender agenda kegiatan wisata ke website beberapa hotel yang ada di Banyuwangi maupun situs-situs kerkonten Banyuwangi dengan cara bersinergi. Padahal, di website yang dikelola Disbudpar dipasang link websitenya beberapa hotel kelas atas yang ada di Banyuwangi. Seperti Hotel Ketapang Indah, Ijen Resort, Kalibaru Cottage, Margo Utomo, G-Land Joyo’s Cam, Bobby’s Cam dan Plengkung Hotel & Resto. Tapi anehnya, link website banyuwangitourism.com milik Disparbud tidak ada di website hotel-hotel berkelas itu.

Langkah lain yang bisa ditempuh dengan cara menitipkan brosur-brosur agenda kegiatan wisata di beberapa hotel, biro perjalanan wisata dan bandara. Termasuk, menawarkan even pertunjukan pagelaran seni di Taman Blambangan agar disinergikan dengan paket wisata yang dikelola biro perjalanan wisata. Mumpung pagelaran seni budaya ini masih gratis. Saya kira tentu ada biro perjalanan wisata yang tertarik untuk membawa wisatawannya melihat pagelaran seni budaya, asal jauh hari jadwalnya sudah diketahui.

Namun, ada upaya promosi yang segera dilakukan oleh Disparbud meski sebenarnya hal ini sudah pernah diusulkan sejak awal tahun lalu, yaitu menggelar Banyuwangi Night di Bali. Rencananya dijadwalkan 22 Februari mendatang di Hotel Sanur Paradise. Pada even itu, Pemkab Banyuwangi akan mempromosikan potensi pariwisata seni budaya dan makanan khas Banyuwangi di hadapan sekitar 400 undangan. Undangan itu berasal dari biro perjalanan wisata, The Association of The Indonesia Tours & Travel Agencies (ASITA), PHRI, konsul jendral (konjen) negara asing yang ada di Bali, para kepala daerah dan Disparbud di Provinsi Bali.


Semoga kegiatan Banyuwangi Night nanti bisa mengangkat pamor dan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Banyuwangi. Termasuk, dengan adanya pagelaran seni budaya yang digelar secara periodik di Taman Blambangan, harapan kita tidak hanya melestarikan nilai-nilai seni budaya lokal tapi juga bisa menyedot wisatawan. Tentu ini akan menjadi multiplier-effect yang sangat menguntungkan, sebab bisa saling menunjang dalam mempromosikan beberapa potensi yang dimiliki Banyuwangi. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang