Wisata Kuliner


Oleh: Choliq Baya

BISNIS kuliner semakin menjanjikan.  Apalagi, bila bisa mengemasnya dengan sajian-sajian yang unik dan menarik. Baik itu menyangkut aneka makanan yang disajikan, cara menyajikannya, layout lokasi kulinernya maupun aneka program acara yang digelar untuk menarik pengunjung. Terlebih lagi bila bisa memadukan dengan aneka kegiatan entertainment yang membuat pengunjung makin betah untuk berlama-lama sambil menikmati makanan di tempat itu. Fasilitas tambahan itu bisa berupa arena bermain anak-anak, kolam pancing, live music, galeri seni, fasilitas hotspot untuk berselancar di dunia maya, sulap, lawak, tari-tarian, dan lain sebagainya.

Perkembangan perkulineran di negara Indonesia yang cukup pesat harus bisa ditangkap dan dikembangkan menjadi sebuah komoditas yang bisa mengangkat kesejahteraan rakyat. Baik itu dilakukan secara mandiri oleh warga masyarakat, pengusaha, pihak perbankan maupun aparat pemerintah dalam menjalankan program pemberdayaan masyarakat. Termasuk, bagaimana warga masyarakat bisa mengeksplor aneka makanan khas daerah dan pemerintah bisa memfasilitasi dengan menyediakan tempat untuk berjualan.

Terlebih lagi bila tempat dan aneka makanan yang dijual sangat representatif dan variatif, pasti akan menjadi jujukan dan pilihan warga masyarakat. Apalagi, acara santap makan di luar rumah bagi sebagian keluarga itu kini tidak hanya sekedar untuk memenuhi rasa lapar dan dahaga saja. Tetapi, lebih dari itu, suasana makan di luar diharapkan juga bisa menjadi sarana refreshing yang menyenangkan bagi keluarga. Untuk bisa memenuhi keinginan itu semua, pihak pemerintah maupun investor perlu banyak menyediakan lokasi wisata kuliner.

Sejatinya, akan banyak pihak yang diuntungkan bila wisata kuliner ini bisa disentralisir di beberapa lokasi. Terlebih lagi bila yang diberdayakan untuk berjualan makanan adalah warga masyarakat kecil dari komunitas pedagang kaki lima (PKL). Terutama mereka yang selama ini telah berjualan makanan dengan membuka bidak, kedai atau rombong di pinggir jalan. Termasuk, para PKL yang terkena penertiban Satpol PP karena dianggap melanggar peraturan dengan berjualan di trotoar yang menjadi hak pejalan kaki.

Dengan membangun sentra wisata kuliner ataupun pujasera, akan banyak manfaat yang didapat berbagai pihak. Pertama, bisa menggerakkan ekonomi mikro di kalangan masyarakat dan memberikan peluang peningkatan kesejahteraan hidup. Kedua, bisa lebih mengenalkan dan mendongkrak aneka makanan khas daerah ke masyarakat luas. Ketiga, bisa mengayomi PKL di lokasi yang lebih representatif sehingga mengurangi menjamurnya PKL di beberapa kawasan yang dilarang. Keempat, bisa merealisasikan program kredit usaha rakyat (KUR) tepat sasaran kepada para PKL yang telah terkoordinir di sentra lokasi wisata kuliner. Dan, masih banyak lagi keuntungan lainnya.

Melalui sentra wisata kuliner itu pula, pemerintah atau pengelolanya bisa melatih para PKL untuk bisa dan terbiasa menyajikan makanan yang bersih dan hiegenis. Termasuk, cara melayani pembeli, menyajikan makanan hingga penampilan penjual atau pelayannya terlihat menarik dan menyenangkan. Motto yang bisa dikedepankan: makanan harga kaki lima, pelayanan dan cita rasa restoran hotel bintang lima. Edukasi seperti ini secara tidak langsung akan bisa meningkatkan kualitas serta karakter budaya hidup bersih dan sehat di kalangan PKL dan warga masyarakat pada umumnya.

Di Banyuwangi sendiri sudah ada beberapa sentra makanan atau pujasera yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk wisata kuliner. Meski, kondisinya masih sangat sederhana tapi sudah cukup lumayan representatif sebagai sarana untuk melepas lelah dan lapar sekaligus refreshing bagi keluarga. Seperti, sentra lesehan ikan bakar di Pantai Blimbingsari Rogojampi, sentra PKL Taman Sri Tanjung, Taman Blambangan, pujasera di Jl Ahmad Yani (selatan kantor Pemkab Banyuwangi), pujasera di Jl Adi Sucipto (selatan kampus Untag) dan yang terbaru Dapur Osing di Jl Ahmad Yani.

Selain itu, masih banyak tempat-tempat kuliner lain yang berdiri sendiri, cukup representatif dan makanan yang ditawarkan juga sangat variatif. Seperti di beberapa rumah makan yang ada di kawasan Ketapang, Jalan Gatot Subroto, Basuki Rahmad, Simpang Gajahmada, Ahmad Yani, Adi Sucipto, Pakis, dan lain sebagainya. Semua itu bisa memberi warna tersendiri terhadap keanekaragaman makanan yang ditawarkan di sini. Apalagi, bila tempat kuliner itu sudah dikenal hingga keluar, pasti juga bisa mengangkat dan mempromosikan nama daerah. Seperti sentra kuliner di Jl Malioboro Jogja, Jl Doho Kediri, Alun-alun Jember, dan masih banyak lagi.

Prospek wisata kuliner ke depan cukup besar dan tak pernah mati. Ketika, orang melancong ke luar daerah, sering kali yang dicari untuk buah tangan adalah souvenir dan ingin menikmati makanan khas asal daerah yang dikunjunginya. Rasanya belum lengkap kalau para pelancong tidak bisa menikmati makanan khas daerah setempat. Tetapi, manakala tempat yang dituju untuk menikmati kuliner khas daerah itu tidak representatif, apalagi terlihat kumuh, pasti tak akan dilirik. Bahkan, bisa jadi para pelancong itu akan bercerita sisi negatifnya kepada rekan-rekannya. Termasuk, mereka juga bisa menulis pengalaman buruknya di internet. Yang seperti ini bisa merusak citra daerah.

Apalagi, wisata kuliner saat ini juga mendapat perhatian yang cukup besar dari khalayak. Terbukti di dunia maya sudah banyak website dan blog yang menampilkan secara khusus aneka kuliner andalan maupun tempat-tempat yang bisa dijadikan jujukan untuk berburu kuliner. Selain itu, banyak stasiun televisi yang menyiarkan program acara seputar kuliner. Mulai dari berburu makanan yang rasanya maknyus sampai program acara memasak yang diasuh oleh koki-koki handal hingga lomba memasak mencari chef (juru masak) cilik berbakat.

Tak ketinggalan, media cetakpun juga banyak yang menampilkan rubrikasi kuliner untuk menarik minat pembacanya. Sebab, peminat di bidang kuliner ini cukup banyak. Semakin hari terus bertambah. Wajar kalau diberi porsi liputan yang memadai. Tentunya hal ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana promosi bagi pemilik maupun pengelola bisnis kuliner. Sementara pemerintah daerah juga bisa memanfaatkan untuk merealisasikan program pemberdayaan maupun pengentasan kemiskinan. Sebab, ini program konkret dalam menggerakkan roda perekonomian di sektor riil.

Jadi, untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, tidak harus selalu menunggu masuknya investor yang akan membangun industri di daerah. Sebab, proses realisasinya sering kali memakan waktu yang cukup panjang. Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah membuat lokasi wisata kuliner atau pujasera di berbagai tempat. Konsepnya bisa seperti pujasera. Pemkab menyediakan lahan dan bangunannya, kemudian menyewakan ke PKL dengan modal dagangan dari program KUR.

Akan lebih bagus lagi manakala pujaseranya ada yang menangani secara khusus seperti yang terjadi di Dapur Osing. Para penjual makanan tidak bisa berbuat seenaknya dalam memberi pelayanan kepada konsumen. Mereka harus mengikuti aturan main dan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen pengelola pujasera agar kualitas dan standar pelayanannya tetap terjaga. Pengelola bisa memembuat aneka program acara untuk menarik pengunjung agar tertarik untuk makan di tempat itu.

Semoga program sederhana ini bisa direalisasikan sekaligus banyak mendatangkan manfaat bagi masyarakat kecil. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang