Menunggu Dewa Penyelamat Persewangi
Oleh: A.
Choliq Baya

Ada tiga pemain pilar yang sudah angkat
kaki dari klub yang diarsiteki Yudi Suryata ini. Masing-masing kiper utama David
Ariyanto yang sebelumnya merumput di Persiwa Wamena, kini hijrah ke Barito
Putra, klub divisi utama Liga Indonesia. Dua punggawa lain yang memilih
hengkang dari Persewangi adalah mantan pemain PSIS Semarang Modestus Indra
Setiawan dan Ilham Sadat. Sejak putaran kedua divisi utama LPIS yang digelar
PSSI, keduanya sudah hijrah ke Persis Solo.
Bukan tidak mungkin gelombang
eksodus pemain bakal terus berlanjut. Beberapa pemain bahkan dikabarkan mulai
memikirkan mencari klub baru. Alasan yang mereka persoalkan sama, yakni
menunggu realisasi janji manajemen terkait dengan pemenuhan terhadap hak-hak
pemain yang belum direalisasikan.
Yang lebih fatal lagi, Persewangi
juga mulai kehilangan dukungan dari para supporter fanatiknya. Terbukti, dua
pertandingan terakhir saat Persewangi menjamu Persipro di piala Indonesia dan
menjamu Madiun Putra di putaran kedua divisi utama LPIS, jumlah penonton yang biasanya
memadati stadion Diponegoro semakin berkurang. Akibatnya, di pertandingan home itu Persewangi tidak bisa meraih
poin maksimal karena ditahan seri oleh tamunya.
Bahkan di leg kedua Piala Indonesia saat bertanding melawan Persipro di
stadion Banyuangga Probolinggo, Rabu lalu, Laskar Blambangan sudah terlihat
kurang kompak dan kurang bersemangat. Termasuk koordinasi persiapan dan
keberangkatan ke Probolinggo yang dilakukan oleh manajemen Persewangi juga asal-asalan. Sehingga, pemain yang ikut ke Probolinggo
hanya 12 orang. Itupun, satu-satunya kiper yang ikut ke Probolinggo, Catur Adi
Nugroho, tidak mau turun lapangan. Terpaksa pemain belakang Agung Yuda diplot
jadi penjaga gawang. Persewangi pun akhirnya takluk 1-0.
Persewangi sepertinya sengaja tidak
tampil ngotot di Piala Indonesia. Sebab, kalau sampai berambisi meraih
kemenangan, berarti ia akan terus bertanding ke putaran berikutnya. Dengan
demikian, anggaran yang akan dikeluarkan pasti akan lebih banyak lagi.
Sementara untuk menyokong biaya kompetisi divisi utama PSSI yang kini sudah
memasuki putaran kedua, kantong Persewangi sudah kembang kempis. Setiap bertemu
saya, manajer Persewangi Nanang Nur Ahmadi selalu mengeluh dan curhat karena
harus memikul beban yang demikian berat. Padahal, dia membawa nama besar
Banyuwangi tapi tak mendapat dukungan yang signifikan dari Pemkab Banyuwangi.
Apalagi pada pertandingan
selanjutnya, tim Laskar Blambangan bakal melakukan laga tandang ke luar pulau yang
tentunya memakan biaya cukup besar. Misalnya, untuk bertanding melawan Perseman
Manokwari, biaya transportasi dan akomodasi yang harus dikeluarkan bisa
mencapai sekitar Rp 400 juta. Besarnya pengeluaran itu diperoleh dari tim
Gresik United yang sudah bertanding ke Manokwari pada putaran pertama. Belum
lagi kalau bertanding ke markas Persbul Buol dan Persemalra Maluku Tenggara. Jadi,
masih butuh amunisi anggaran cukup besar.
Ironisnya, Persewangi tidak
memiliki sumber anggaran yang bisa diandalkan. Sebab, hingga kini tidak ada
sponsor yang mau bergabung seperti pernah digembar-gemborkan manajemen
Persewangi di koran ini saat putaran pertama baru beberapa kali digelar. Persewangi
hanya mengandalkan perolehan hasil tiket pertandingan saat menjadi tuan rumah.
Itupun masih harus dipotong pajak tontonan oleh Dispenda. Padahal, di beberapa
daerah lain, pajak tontonannya dibebaskan sebagai bentuk dukungan terhadap tim
daerah yang membawa misi mengharumkan nama daerah.
Selain itu, manajemen juga terus
menyoal peran Bupati Banyuwangi bersama jajarannya yang dianggap tidak memiliki
kepedulian terhadap nasib Persewangi. Walhasil, pemkab akhirnya memfasilitasi
menggelar malam penggalangan dana untuk Persewangi di pendopo kabupaten. Pada
acara itu terkumpul dana Rp 738 juta. Dari jumlah itu sebesar Rp 500 juta berasal
dari Forpimda (Forum Pimpinan Daerah) Banyuwangi, sisanya dari para donatur.
Meski demikian, hasil penggalangan dana yang berlangsung 9 Maret 2012 itu
hingga kini masih nyantol. Menurut
manajer Persewangi, yang sudah cair dan mengucur ke Persewangi baru Rp 50 juta.
Meski sudah ada suntikan dana dari
donatur, kondisi Persewangi tidak semakin membaik, tapi justru semakin
amburadul. Buktinya, beberapa pemain hengkang, hak-hak pemain banyak tidak
dipenuhi, dan koordinasi manajemen dengan pemain semakin melemah. Semuanya
bermuara pada minimnya anggaran untuk membiayai operasional tim.
Kalau tidak ada dewa penyelamat,
terutama yang bisa membantu suntikan dana untuk menopang operasional Laskar
Blambangan, saya tak yakin tim ini bisa eksis sampai kompetisi divisi utama LPSI
berakhir. Bisa jadi, langkah Persewangi akan berhenti di tengah jalan, bahkan
kemungkinan bisa bubar. Kalau ini yang terjadi, tentu sangat tragis.
Sejatinya, permasalahan yang
dihadapi Persewangi juga banyak menimpa klub lain, baik yang berlaga di liga
divisi utama LPSI maupun di Liga Primer Indonesia (LPI). Selaku klub sepak bola
profesional seharusnya manajemen sudah bisa mencari uang sendiri untuk
menghidupi kubnya, tidak terus berharap bantuan dari pemerintah. Apalagi sudah tahu
ada larangan dari Mendagri, klub profesional dilarang menerima kucuran dana
APBD.
Kalau manajemen tidak berusaha
mencari terobosan dengan membuat badan usaha yang bisa menghasilkan profit,
jangan coba-coba berspekulasi ikut kompetisi. Sebab, itu berarti memaksakan
diri. Akibatnya, akan mencederai pemain karena manajemen tidak bisa memenuhi hak-haknya.
Apalagi sampai nekat mengontrak para pemain asing dengan nilai kontrak yang
terpaut cukup jauh dengan pemain lokal. Ini berarti manajemen tidak bisa
berpikir rasional.
Terlebih lagi melihat kondisi
organisasi pengendali sepak bola di tanah air, yaitu PSSI, kondisinya masih
amburadul. Dan, itu juga berimbas ke PSSI di tingkat bawah yang juga ikut
tercabik-cabik dan terkotak-kotak oleh kepentingan golongan, ambisi, duit dan
politik. Rasanya kita semua muak dengan tontonan yang dimainkan orang-orang
PSSI. Semoga kasus ini bisa dijadikan pelajaran dan dipetik hikmahnya oleh para
pengelola sepak bola di tanah air, termasuk manajemen Persewangi. (cho@jawapos.co.id)
Komentar