Jalan Rusak, Generasi Rusak


Oleh A. Choliq Baya

SEJAK beberapa bulan lalu, banyak jalan poros kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga jalan nasional yang rusak. Kerusakan itu semakin parah sejak memasuki musim hujan. Ada yang aspalnya mengelupas, berlubang, amblas, dan hancur berserakan. Bahkan, ada pula yang membentuk kubangan besar alias kolam mini. Isinya tak hanya air tapi juga lumpur.

Kerusakan jalan di beberapa lokasi itu tidak hanya terjadi belakangan ini, tapi ada yang sudah bertahun-tahun. Masyarakat pun juga sudah banyak yang tidak sabar dengan lambatnya upaya pemerintah dalam memperbaiki jalan rusak tersebut. Saking dongkol-nya, beberapa warga ada yang berinisiatif menanam pohon pisang dan padi di kubangan-kubangan jalan berlumpur itu. Tujuannya, agar pemerintah segera memperbaiki, di samping agar tidak dilewati kendaraan besar yang semakin memperparah kerusakan jalan.

Tak hanya itu, untuk menunjukkan kepedulian terhadap fasilitas umum dan untuk menyindir sikap pemerintah yang tidak kunjung turun tangan, ada warga yang bergotong royong memperbaiki jalan rusak itu. Lantaran beberapa aksi demo menuntut perbaikan jalan tidak digubris pemerintah, akhirnya warga ramai-ramai mengadakan kerja bakti memperbaiki jalan poros negara. Dananya selain dari iuran warga juga dimintakan kepada pengguna jalan yang melintas di jalan rusak tersebut. Kepedulian itu sebagaimana ditunjukkan warga daerah Jangkar, Situbondo, beberapa waktu lalu.

Keberadaan jalan yang rusak itu hampir merata di seluruh daerah. Tak terkecuali di daerah yang dapat julukan Sun Rise of Java; Banyuwangi. Sepanjang 360 kilometer dari 1.754 kilometer jalan di kabupaten terluas di Provinsi Jatim ini rusak berat. Kerusakan berat itu ditandai dengan aspal jalan yang amblas dan berlubang dengan kedalaman tertentu yang dapat membahayakan pengguna jalan. Terbanyak berada di lima kecamatan, yaitu Tegaldlimo, Bangorejo, Pesanggaran, Purwoharjo, dan Siliragung.

Parahnya, kerusakan jalan di wilayah Banyuwangi selatan itu juga memunculkan banyak kritikan dan kecaman. Selain beberapa kali gambar jalan-jalan yang rusak dan berlubang itu ditampilkan di media cetak Radar Banyuwangi, sebagian warga juga meng-upload-nya di internet. Termasuk, juga dipolemikkan di situs jejaring sosial Facebook. Berbagai kritikan pedas dan tajam ditujukan kepada penguasa Negeri Blambangan. Bahkan, ada yang mengait-ngaitkan dengan kampanye dan program 100 hari bupati terpilih. Mereka mempertanyakan janji saat kampanye dan realisasinya?

Tak urung, kritikan-kritikan pedas yang cukup memerahkan telinga itu membuat Bupati Banyuwangi tak tahan untuk tidak menanggapi. Sebab, kritikan itu juga sudah ada yang bergeser kepada kecaman yang lebih bernuansa politis. Bupati Abdullah Azwar Anas pun beradu argumentasi dengan rakyatnya melalui Facebook. Semakin ditanggapi, tentu semakin panjang ceritanya. Apalagi, bila masing-masing pihak punya argumen sendiri-sendiri, seolah tak mau kalah dan ingin argumennya diterima.

Meski situasinya panas dan saling mencari pembenar sendiri-sendiri, sesekali model ‘’dialogis’’ seperti itu memang harus ada. Sebab, belum tentu warga yang melakukan kritik itu bisa mengekspresikan langsung argumennya di hadapan bupati. Persoalannya, karena waktu dan kondisi kurang memungkinkan atau bisa juga karena yang bersangkutan kurang punya nyali bila melontarkan langsung di hadapan bupati. Terutama, karena berbagai faktor, seperti tekanan psikologis dan keterbatasan kemampuan beretorika.

Demikian pula dengan ‘’keberanian’’ bupati dalam menanggapi langsung kritikan pedas para warga juga patut diapresiasi. Sebab, tak banyak bupati yang punya nyali untuk menanggapi secara langsung kritikan yang dilontarkan kepadanya. Yang banyak terjadi, staf di bagian terkait yang diperintah menjawab kritikan atau persoalan yang dilontarkan warganya. Semoga dialog itu bisa menjadi ‘’sambung rasa’’ untuk membantu memecahkan segala persoalan di Bumi Blambangan secara proporsional tanpa mengedepankan ego ‘’siapa saya’’.

Kembali pada pokok masalah jalan rusak, pemerintah memang tidak boleh lepas tangan. Apalagi, akibat kerusakan jalan itu juga menimbulkan terjadinya kecelakaan dan menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Selama ini, para pemakai jalan yang celaka akibat jalan berlubang hingga menyebabkan nyawa melayang hanya pasrah. Kejadian seperti itu lebih banyak dianggap sebagai suratan takdir. Padahal, para pemakai jalan seharusnya mendapat fasilitas jalan umum yang sangat memadai. Sebab, kendaraan yang digunakan juga dibebani pajak. Pajak tersebut di antaranya digunakan untuk memperbaiki jalan rusak. Logikanya, kalau masih ada jalan yang rusak dan menimbulkan celaka, maka yang bersangkutan bisa menuntut secara hukum kepada instansi yang bertugas mengelola jalan.

Di negara-negara maju, tuntutan hukum seperti itu sudah biasa. Bagaimana dengan nasib saudara-saudara kita yang terluka atau meninggal dunia karena kecelakaan tunggal akibat jalan rusak atau berlubang? Juga akibat kejatuhan pohon yang tumbang di pinggir jalan? Termasuk, akibat jalan gelap karena lampu penerangan jalan umum (PJU) padam? Padahal, setiap bulan semua pelanggan PLN kena tarikan tambahan untuk membayar rekening PJU yang dikelola pemerintah daerah.

Kecelakaan di jalan raya adalah pembunuh nomor satu. Selain akibat kelalaian dalam berkendara, kerusakan jalan juga punya andil besar. Jadi, kerusakan jalan juga merusak generasi bangsa. Sebab, banyak yang cedera, gegar otak, bahkan cacat permanen. Untung saja kalau tidak sampai meninggal dunia.

Banyak generasi bangsa yang akan hidup dengan ketidaknormalan, baik fisik maupun mental, akibat jalan rusak. Akankah pemerintah terus tutup mata terhadap para korban akibat buruknya pelayanan dan pemeliharaan fasilitas umum?

Saya yakin, jawaban pihak berwenang dari pertanyaan di atas pasti, ‘’Akan kami upayakan.’’ Ditambahi dengan beberapa dalil seperti, ‘’Anggaran kita sangat terbatas, sedang jalan yang harus dipelihara dan diperbaiki sangat panjang. Jadi, mohon dimaklumi.’’ Dan, masih banyak lagi argumen klasik yang disodorkan untuk membela diri. Saya yakin, tidak akan ada pejabat eksekutif yang secara kesatria menunjukkan rasa tanggung jawabnya terhadap para korban di atas. Kecuali kalau kecelakaannya menelan korban cukup banyak, biasanya muncul perhatian dengan memberi santunan ala kadarnya.

Meski demikian, saya yakin pemerintah tidak akan membiarkan jalan-jalan yang sangat menunjang pergerakan perekonomian itu terus dibiarkan. Tahun ini pasti ada anggaran pembangunan untuk jalan-jalan yang rusak. Saya yakin itu akan menjadi prioritas utama. Cuma berapa besarnya anggaran yang dialokasikan dan daerah mana saja yang mendapat prioritas, hingga kini saya belum tahu. Yang pasti, dari beberapa paparan bupati yang pernah saya dengar, sempat terlontar prioritas perbaikan jalan terfokus pada jalan poros kecamatan dan kabupaten.

Sekarang perbaikan jalan belum dimulai. Karena memang secara prosedur belum bisa dilakukan terkait dengan birokrasi lelang proyek, pencairan anggaran, dan tahapan-tahapan lain, yang harus dilalui. Kondisi seperti ini yang banyak belum diketahui kalangan grassroot. Apalagi, pengumuman lelang proyek perbaikan jalan terkadang tidak dilakukan secara transparan. Kalau seandainya segala bentuk proyek fisik dan nonfisik yang menjadi program pemerintah daerah bisa di-publish lewat media umum, pasti rakyat akan lebih termotivasi untuk membantu memberi masukan dan pengawasan. Termasuk, apresiasi positif terhadap kinerja eksekutif.

Selain itu, dalam melakukan perbaikan jalan rusak, pemerintah hendaknya tidak tebang pilih. Seperti, memprioritaskan memperbaiki jalan di basis pendukungnya. Itu hanya akan membuat rakyat yang bukan pendukung bupati terpilih menjadi apatis dan tidak simpatik. Perbaikan jalan hendaknya lebih banyak dilihat dari faktor urgensisitas yang paling banyak memberikan manfaat kepada rakyat banyak, yang paling ramai dilewati pengguna jalan, dan yang tingkat kerusakannya paling parah.

Dengan terbatasnya anggaran, sudah sepatutnya perbaikan jalan rusak dilakukan dengan model parameter skala prioritas seperti di atas. Tentu masalah ini juga jadi acuan para anggota dewan yang terhormat agar tidak hanya ngotot minta anggaran pembangunan difokuskan di dapilnya saja. Semoga! (cho@jawapos.co.id)

Komentar

nus_skwd@yahoo.co.id mengatakan…
Kapan nih mau komen, di Peduli Infrastruktur Jalan Banyuwangi!....Biar anggota di Peduli Infrastruktur Jalan Banyuwangi tercerahkan,.. matur nuwon mas.
purwowi mengatakan…
Tunggu saja mas, klu pas lagi buka dan aku tahu permasalahannya secara jelas dan aku paham, insya Allah akan ikut urun rembug. Thanks

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang