TAHUN INVESTASI

TAHUN 2010 ini Pemkab Banyuwangi mencanangkan sebagai tahun investasi. Tekad menggairahkan tumbuhnya investasi yang pernah disampaikan Kepala Bidang Penanaman Modal Badan Perencanaan Pembangunan Kabupetan (Bappekab) Banyuwangi Made Maharta ini, tentu tidak sekedar lips service. Terbukti, setiap tahun arus investor yang berniat menanamkan modalnya di Bumi Blambangan ini terus bertambah banyak.

Pada tahun 2009 kemarin saja, belasan investor sudah berdatangan ke Banyuwangi untuk menjajaki rencana usaha yang akan digarap. Berdasarkan data di Bappekab Banyuwangi, para investor itu antara lain datang dari Perancis melalui PT Saranaraya Reka Cipta dan investor dari New Zealand melalui PT Everything Natural. Kedua investor itu ingin mengembangkan kawasan wisata di Taman Nasional Alas Purwo di Banyuwangi bagian selatan.

Selain itu, ada investor dari Swedia melalui PT Lundin Industry Invest Production Ship Industry yang akan membangun usaha di bidang metal industry. Tak ketinggalan, potensi hasil ikan laut yang cukup besar juga dibidik investor dari Thailand. Melalui Thai Indo Fishery Value, mereka berniat membangun industri perikanan.

Investor dari Belanda juga tidak mau ketinggalan. Melalui PT Sumatra Indonesia, perusahaan perkebunan yang bergerak di bidang usaha planting (kopi), juga berniat mengembangkan hasil perkebunan di Banyuwangi. Selain itu, ada juga investor gabungan yang akan membuka usaha bersama. Diantaranya yang dilakukan Joint Country Timber Traders Indonesia (USA-Australia) dan Joint Country Perfect International Food Fish Canned and Manufacturing Industry.

Sementara di tahun 2010 ini, beberapa investor juga sudah berancang-ancang menanamkan modalnya di Banyuwangi. Diantaranya yang sudah berkoordinsi dengan Bappekab Banyuwangi adalah dua investor dari Korea dan Bali. Korea membidik lahan seluas 2.000 hektare, yang akan dijadikan kawasan wisata bunga. Sedangkan investor dari Bali membutuhkan kawasan seluas 2.000 hektare untuk ditanami bambu.

Selain itu, rencana investor Korea yang akan membangun kawasan wisata, lapangan golf dan resort di Gunung Srawet, juga mulai ada kejelasan. Diharapkan, proyek yang akan dimulai tahun ini nantinya bisa menyerap sekitar 2.000 orang tenaga kerja dari daerah sekitar. Sehingga, bisa mengurangi angka pengangguran.

Masih ada lagi proyek pembangkit listrik tenaga gas bumi (PLTG) di kawasan Gunung Ijen. Kabarnya, proyek untuk memenuhi kekurangan pasokan listrik yang masih sering byar pet itu yang sekarang sedang disosialisasikan itu tengah diincar oleh empat investor besar.

Melihat besarnya minat para investor yang ingin menjadikan Banyuwangi sebagai lahan usaha strategis, tentu ini merupakan kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Sebab, banyak pihak yang bakal diuntungkan dengan masuknya investor ke sini. Selain bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), menyerap tenaga pengangguran, juga bisa membangkitkan sektor perekonomian. Dan, sudah pasti juga membuat ‘’wajah’’ Banyuwangi makin cantik, indah dan teratur. Asal, segala prosedurnya dilalui dengan benar.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, sudahkah kita siap menyambut kedatangan investor? Siap dalam arti mampu memberikan pelayanan terbaik. Apakah itu dari sisi dukungan administrasi, perizinan, komunikasi, birokrasi, mentalitas hingga ketersediaan infrastruktur yang memadai. Sebab, pengalaman yang selama ini banyak dikeluhkan investor adalah ruwetnya masalah birokrasi dan perizinan. Waktu dan tahapan yang harus ditempuh cukup panjang dan berliku. Bahkan, ketika investor baru datang untuk konsultasi menjajaki investasi dengan aparat terkait, sudah disodori pertanyaan, ‘’Kamu berani bayar berapa?’’ Terkadang, tanpa sungkan-sungkan meminta uang pelicin untuk memperlancar birokrasi.

Kebiasaan dan mentalitas abdi negara seperti inilah yang membuat investor tidak nyaman. Padahal, sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 25/2007 tentang penanaman modal, yang melarang pemerintah daerah tidak boleh mempersulit investasi. Seharusnya, pemerintah daerah harus berani menindak tegas terhadap oknum aparatnya yang melakukan pungli maupun mempersulit investor dengan berbagai alasan.

Begitu pula dengan infrastruktur, juga patut dipenuhi untuk memperlancar masuknya arus investasi. Dengan tersedianya insfrastruktur yang memadai, tentu biaya yang dikeluarkan oleh investor bisa berkurang dan akses usaha yang dibangunpun akan lebih mudah dan lancar. Misalnya kalau di bumi Blambangan yang patut dipertimbangkan adalah akses jalan, pelabuhan, bandara udara dan listrik.

Kalau pemerintah sudah bisa menangani beberapa permasalahan di atas, terutama menyangkut birokrasi dan perizinan, pasti pencanangan tahun investasi tidak sekedar hanya menjadi slogan kosong. Tapi, benar-benar bisa terwujud dengan realisasi yang lebih nyata.

Ada baiknya kalau kita bisa mencontoh kiat yang telah dilakukan oleh dua pemda di Jatim, yakni Pemkab Sidoarjo dan Pemkab Lamongan. Kedua pemda ini terbukti paling banyak didatangi investor. Untuk menarik investor misalnya, Sidoarjo memasang beberapa billboard dengan tulisan ‘’Investor! Apa yang bisa kami bantu’’.

Sementara Pemkab Lamongan, bupatinya cukup proaktif menjemput investor sebelum dating ke daerahnya. Bahkan, untuk proyek Wisata bahari Lamongan (WBL) yang cukup besar, ia harus berkali-kali datang sendiri ke investor (Jatim Park) di Malang mengajukan kerjasama. Tak hanya itu, begitu investor minta disediakan tanah yang cukup ditepi laut, bupatinya langsung sanggup menyediakan meski Pemkab Lamongan tak memiliki tanah sendiri seperti yang diminta investor. Proyek-proyek besar yang lain juga disanggupi dengan kata-kata ‘’siap’’ lebih dulu. Dan, kenyataannya, memang birokrasinya tidak pernah dipersulit.

Semoga kehadiran investor di Bumi Blambangan tahun ini benar-benar bisa sesuai dengan yang kita harapkan. Sehingga, harapan menjadikan tahun 2010 ini menjadi tahun investasi bisa terwujud nyata. (cho@jawapos.co.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyapu Bareng

Memacu Minat Baca Masyarakat

Demokrasi Uang